by INBIO
Polemik Piala Dunia 2022
Perhelatan akbar sepak bola dunia kembali digelar di penghujung tahun 2022 tepatnya di negara Asia jazirah Arab, Qatar. Beragam polemik dan kontroversi mewarnai ajang empat tahunan tersebut. Seperti diketahui bahwa penunjukan Qatar oleh badan federasi sepak bola dunia (FIFA) sebagai tuan rumah dinilai sejumlah kalangan terutama barat kuranglah tepat, apalagi muncul berbagai aturan yag tidak biasa diterapkan dalam penyelenggaraan piala dunia sebelumnya. Mulai dari larangan miras sampai larangan pengibaran bendera pelangi yang katanya merupakan simbol “toleransi” terhadap kaum LGBT. Beberapa kelompok memprotes kebijakan kontroversial tersebut. Bahkan beberapa timnas yang berlaga juga ikut-ikutan memprotes kebijakan tersebut dengan melakukan aksi berfoto sambil “tutup mulut” sebagai bentuk protes dilarangnya pemakaian ban kapten “one love” yang dinilai sebagai bentuk toleransi sebagai kaum LGBT, karena di negara mereka hal tersebut merupakan legal dan dilindungi undang-undang. Tentunya hal ini tidaklah tepat membawa-bawa sesuatu yang bernuansa politis ke dunia sepak bola apalagi dalam perhelatan besar seperti piala dunia.
Piala dunia sejatinya menjadi ajang besar untuk menjalin silaturahmi dan memupuk persaudaran antar bangsa bukan dijadikan ajang kampanye untuk melegalkan sesuatu yang jelas menyimpang bagi budaya sang tuan rumah yang memegang teguh ajaran Islam. Sudah sepantasnya mereka yang memprotes kebijakan tersebut haruslah menghormati budaya sang tuan rumah dan mentoleransi segala sesuatu yang ada dinegara tersebut, dalam pepatah adat kita disebutkan bahwa “Di mana bumi dipijak disitu langit dijunjung”. Inilah arti toleransi yang sesungguhnya, dengan menghargai antar keragaman budaya yang ada maka akan menumbuhkan sikap toleran.
Pandangan Islam terhadap Penyimpangan Seksual LGBT
Dalam ajaran Islam sendiri jelas bahwa LGBT adalah sesuatu yang dilarang dalam Al-Quran. Hukum Islam akan menindak tegas para pelaku yang melanggar ketentuan dan peraturan yang telah ditetapkan berdasarkan nash al-Qur’an dan hadis. Perilaku LGBT yang dilakukan sejumlah orang mengundang kontroversi (pro dan kontra) serta polemik pada kalangan masyarakat luas, baik secara internasional maupun nasional. Kalangan yang mendukung (pro) LGBT berdalih pada Hak Asasi Manusia (HAM), sedangkan kalangan yang tidak mendukung (kontra) berdalih pada aturan agama dan moral. Perilaku gay atau homoseksual telah dikenal masyarakat dari masa ke masa. Pada kurun waktu tertentu perilaku ini dilakukan oleh kaum Nabi Luth as. Al-Q ur’an al-Karim telah menggambarkan sifat-sifat kaum Nabi Luth yang tidak mau mengawini perempuan, sebagaimana terdapat dalam QS.al A’raf (7): 80-84. Larangan homoseks dan lesbian yang disamakan dengan perbuatan zina dalam ajaran Islam, bukan hanya karena merusak kemuliaan dan martabat kemanusiaan, tetapi resikonya lebih jauh lagi, yaitu dapat menimbulkan penyakit kanker kelamin, AIDS, dan sebagainya.
Belajar dari Indonesia
Negara kita, Indonesia merupakan negara dengan multietnis dengan keragaman suku, agama, ras dan budaya. Indonesia adalah negara yang memegang teguh nilai-nilai ketimuran dan negara ini mampu tegak dan berdiri sampai saat ini dikarenakan sikap toleran dari warganya. Bayangkan kalau setiap warga negara Indonesia tidak memiliki sikap toleran (intoleran) maka kemungkinan besar akan tercipta perpecahan. Maka sikap toleran sangatlah penting dan diperlukan untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa sehingga dapat mencegah terjadinya perpecahan.
Walaupun Indonesia tidak sekaya negara barat, namun Allah SWT telah menganugerahkan keragaman dan kekayaan budaya kepada negara kita dan merupakan perhiasan yang tak ternilai harganya. Oleh karena itu setiap warga negara harus mampu memiliki sikap toleran agar dapat melestarikan dan mempertahankan keragaman yang ada. Salah satu contoh sikap toleransi warga negara Indonesia adalah menghargai hasil budaya suku lain dan menghormati setiap kelompok untuk menjalankan adat istiadatnya dan beribah sesuai dengan kepercayaannya masing-masing dan semua itu sudah diatur dalam Pancasila dan batang tubuh Undang-Undang dasar 1945 serta terikat dalam semboyan Bhineka Tungga Ika yang memiliki arti berbeda tapi tetap sama. Tak dapat dipungkiri pula bahwa di Indonesia sering terjadi perselisihan antar kelompok atau antar etnis yang disebabkan perbedaan kebudayaan, sebagai contoh sesuatu yang dianggap biasa di suatu budaya tetapi justru sebaliknya dibudaya lain, biasanya terjadi di tengah masyarakat tradisional yang memegang kuat adat istiadatnya. Hal inilah yang sering menjadi pemicu munculnya perpecahan dan konflik antar budaya, akibat ketidakcocokan dan menganggap bahwa budaya mereka yang paling baik. Oleh sebab itu sikap toleran antar budaya dalam kehidupan bermasyarakat sangat diperlukan tanpa adanya sikap toleran ini akan sulit untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu perlu kiranya setiap bangsa menghargai dan menghormati budaya bangsa lain sehingga menumbuhkan sikap toleran yang justru akan mewujudkan perdamaian di seluruh dunia.
AUTHOR
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.