by INBIO

"Connecting The Dots of Sciences"

Trending

Raden Muhammad Minanur Rohman Al Mubarok                 
403 0 0
Opini Akademisi May 7 5 Min Read

Dapatkah Perdagangan Karbon Mencegah Perubahan Iklim?




Perubahan iklim yang terjadi akhir –akhir ini menjadi isu yang sering dibahas di seluruh dunia. Perubahan iklim yang terjadi menyebabkan banyak bencana yang terjadi di seluruh bagian dunia.

Jumlah karbon yang dihasilkan manusia dalam 100 tahun terakhir meningkatkan laju pemanasan suhu rata – rata bumi. Dampaknya, terjadi perubahan iklim yang tidak sesuai dan mengakibatkan perubahan iklim di berbagai penjuru dunia. Peningkatan jumlah karbon yang dihasilkan manusia semakin meningkat sejak ditemukannya mesin – mesin yang mempermudah kegitan produksi manusia. Sejak revolusi industry di Eropa pada tahun 1760, kegiatan manusia pada sector produksi dan dsitribusi mengalami peningkatan yang signifikan.

Peningkatan jumlah karbon yang dihasilkan manusia sebgian besar dihasilkan dari sector produksi energy. Pada negara – negara maju, proses produksi energy listrik pada awalnya menggunakan energy batu bara. Penggunaan batu bara sebagai sumber energy listrik menjadi primadona dikarenakan harga batu bara yang murah dan kemudahannya sebagai sumber panas, menjadikan pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan batu bara sebagai bahan utama menjadi pembangkit listrik yang umum digunakan pada masa awal revolusi industry.

Meski penggunaan batu bara dalam pembangkit listrik tenaga uap menjadi solusi dalam produksi listrik, jumlah karbon yang dilepaskan oleh pembakaran batu bara dalam proses produksi listrik menjadi masalah baru bagi kelestarian lingkungan. Sebagai contoh, produksi karbon di Indonesia pada tahun 2020 sebesar 1,3 miliar ton kubik. Dari jumlah ini, 930 juta ton kubik disumbang oleh produksi listrik yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya. Di Indonesia sendiri, sebagian besar pembangkit listrik tenaga uap masih menggunakan batu bara sebagai bahan bakar utamanya.

Selain proses pembangkit listrik tenaga uap, kenaikan karbon yang ada di atmosfer juga diakibatkan berkurangya jumlah hutan yang bertugas untuk menangkap kelebihan karbon di atmosfer. Kegiatan deforestasi hutan yang terjadi diakibatkan oleh kegiatan manusia dalam membuka hutan untuk lahan pertanian, maupun diambil kayunya untuk kegiatan industry semisal kertas dan furniture.

Dengan berkurangnya jumlah hutan, ditambah dengan meningkatnya kegiatan industry mengakibatkan meningkatnya suhu rata – rata bumi yang disebut dengan global warming. Global warming menyebabkan banyak kerugian baik bagi manusia maupun alam itu sendiri. Dengan terjadinya global warming, banyak wilayah yang menagalmi gagal panen diakibatkan perubahan cuaca yang tiba –t iba dan serangan hama yang terjadi lebih cepat dari biasanya. Selain itu, global warming juga meningkatkan peningkatan jumlah nyamuk yang menyebarkan penyakit semisal malaria dan demam berdarah yang mengakibatkan korban jiwa yang tidak sedikit.

Dengan melihat kerugian yang diakibatkan global warming, negara – negara di dunia sepakat untuk melakukan perdagangan karbon atau yang disebut dengan carbon trade. Perdagangan karbon atau carbon trade sederhananya adalah perjanjian yag dibuat antara negara yang memiliki hutan yang luas seperti Indonesia untuk menjaga luas hutannya untuk menyerap karbon yang dihasilkan . sebagai imbalannya, Indonesia akan mendapatkan bantuan berupa dana yang besarannya ditentukan oleh jumlah karbon yang diserap oleh hutan Indonesia.

Dengan perdagangan karbon ini, diharapkan jumlah karbon yang dihasilkan oleh kegiatan industry dapat diserap dengan baik oleh negara – negara yang menmiliki hutan yang luas. Dengan begitu, diharapkan laju kenaikan bumi dapat ditekan dan bencana alam yang disebabkan perubahan iklim dapat dicegah.

Meski memiliki tujuan yang baik, perdagangan karbon memiliki banyak kelemahan. Diatas kertas, perdagangan karbon hanya menguntungkan negara yang melakukan kegiatan industry karena tidak harus menjaga kelestarian alam di negaranya. Selain itu, nilaik kompenssasi yang diterima negara dengan luas hutan yang luas tidak dapat diproduksi karena jumlah karbon yang dihitung memilki metode yang berbeda – beda tiap negara. Disamping itu, penentuan harga karbon dapat dengan mudah di korupsi karena tidak ada patokan harga yang pasti yang menjadikan harga yang diterima oleh negara yang memiliki hutan yang luas lebih sedikit dari yang harusnya diterima.


AUTHOR

Bagikan ini ke sosial media anda

(0) Komentar

Berikan Komentarmu

Tentang Generasi Peneliti

GenerasiPeneliti.id merupakan media online yang betujuan menyebarkan berita baik seputar akademik, acara akademik, informasi sains terkini, dan opini para akademisi. Platform media online dikelola secara sukarela (volunteers) oleh para dewan editor dan kontributor (penulis) dari berbagai kalangan akademisi junior hingga senior. Generasipeneliti.id dinaungi oleh Lembaga non-profit Bioinformatics Research Center (BRC-INBIO) http://brc.inbio-indonesia.org dan berkomitmen untuk menjadikan platform media online untuk semua peneliti di Indonesia.


Our Social Media

Hubungi Kami


WhatsApp: +62 895-3874-55100
Email: layanan.generasipeneliti@gmail.com

Kami menerima Kerjasama dengan semua pihak yang terkait dunia akademik atau perguruan tinggi.











Flag Counter

© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.