by INBIO

"Connecting The Dots of Sciences"

Trending

Asa Azraka                 
288 0 0
Opini Akademisi October 17 5 Min Read

Tidak Perlu Setia




 

Mengamati berita simpang siur tentang perselingkuhan, seringkali membuat miris. Karena tentu saja, ada ending yang seringkali muncul, yaitu perceraian. Perpisahan akan berakhir dengan luka, bukan hanya keduanya, tapi juga anak-anaknya, dan bisa jadi keluarga besarnya. 

 

Orang bilang, pernikahan adalah ibadah terlama. Karena itu pilihlah orang yang tepat, agar kehidupanmu bahagia. 

Dibilang benar, ungkapan ini tak sepenuhnya benar. Dibilang salah, ungkapan ini tidak sepenuhnya salah. 

 

Bahagia atau tersakiti itu bukan ditentukan orang lain, tapi diri kita sendiri. 

Seringkali respon pikiran dan perasaan kita terhadap sesuatu lah yang menjadikannya bahagia atau tersiksa. 

 

Cinta, adakalanya ditempatkan sebagai sesuatu yang transaksional. Aku mencintaimu maka kamu juga semestinya mencintaiku. Aku melakukan berbagai effort untuk menunjukkan cinta, harusnya kamu juga. Maka ketika seseorang berharap balasan, tapi ternyata pasangan tidak sebagaimana yang dia inginkan, dia akan merasa tersakiti. 

 

Maka pertanyaan2 "apakah dia mencintaiku?" muncul. Lalu merasa capek karena berjuang untuk cinta sendirian. Capeknya seringkali bukan di fisik, tapi lebih ke pikiran dan emosional. 

 

Padahal udah tahu juga, manusia itu bisa berubah seiring perubahan angin. Besok cinta, besok bosan. Besok mikir, besoknya lupa. Besok senang, besoknya sedih. Selama hidup, paham banget, kita akan melalui perjalanan yang sifatnya berubah-ubah. Kadang ga nunggu besoknya, -nanti pun- bisa berubah. Ga nunggu ganti hari. Lalu mengapa soal cinta, kita berharap akan ada cinta yang konstan dari "orang lain"? Padahal ini masih dunia... semuanya fana. 

 

Unconditional love, cinta tanpa syarat. Buat pemuja cinta, ini adalah kelas tertinggi dalam kasta cinta. Mencintai tanpa melihat kelemahan dia, tanpa berpikir balasan yang diterima. Unconditional love adalah cinta satu arah, bahasa lagunya, habis-habisan mencintai dah. 

 

Selama bisa mempertahankan pikiran dan emosinya, pemilik unconditional love akan selalu bahagia selama yang dicintainya bahagia. Tak peduli respon apa pun yang diberikan kepadanya. Dicuekin Oke, ditanggapi baik Alhamdulillah. Tapi begitu pikiran dan emosinya mengharap balasan, disitulah perasaan tersakiti akan muncul. 

 

Tapi lagi-lagi, manusia bisa berubah seiring perubahan angin. Besok tulus, besoknya bisa ngarep, ngarep banget malah. Sulit juga buat unconditional love itu. Ya maklum, masih manusia juga kan...

 

Makanya, biar bisa ajeg dalam mencintai, kita jangan menyandarkan cinta pada cinta. Karena cinta sendiri juga rapuh. Saat nyaman, nyandarnya pun jangan terlalu nyaman. Ntar dia geser dikit, jatuh kita. Sandarkan cinta pada komitmen, tanggung jawab, saling menghargai, pegang teguh nilai-nilai agung sesuai aturan. Intinya, landaskan cintamu pada pasangan karena cinta pada Allah. 

 

Kehidupan berkeluarga membutuhkan komitmen kedua belah pihak. Selama keduanya komitmen, pernikahan insyaAllah selamat. Beda jika satu komit, satunya rumit bahkan complicated, perceraian adalah hal yang tak bisa dihindari. 

 

Mungkin awalnya tak cerai fisik dulu, tapi cerai pikiran dan perasaan. Serumah tapi saling asing. Tak ada kehangatan, keterikatan emosi, dan visi. 

Akhirnya mencari kenyamanan pada yang lainnya. 

 

Cinta adalah bentuk penampakan naluri, gharizah nau'. Ia bisa diaktifkan dan dialihkan seiring pemikiran dan emosi kita. Makanya yang harus kita kendalikan adalah pikiran dan emosi kita sendiri, tetapkan untuk selalu komitmen dengan aturan Allah. 

 

Saat sedang malas dengan pasangan, tetaplah komitmen pada perintah Allah untuk terus berbuat baik dan melayani pasangan, nanti saat pikiran dan emosi dalam keadaan baik, akan lebih mudah menyalakan api cinta kembali. 

 

Jadi, perkara cinta juga harus profesional. Apapun keadaan kita, kendalikan pikiran, emosi dan sikap kita, lakukan semuanya sesuai SOP yang telah Allah tetapkan. Dengan begitu, InsyaAllah pernikahan akan lebih langgeng. 

 

Lalu bagaimana jika kita udah komitmen, tapi pasangan ngga? Itu pilihan dia. Ada tanggung jawab moral di hadapan Allah atas setiap pilihan yang dia lakukan. Berarti dia sendiri yang memilih tidak bahagia dengan tidak menerima cinta versi terbaik yang kita berikan. 

 

Perceraian Allah halalkan meskipun Allah tidak suka, karena perceraian juga menjadi solusi ketika sakinah, mawaddah, dan rahmah tidak terpenuhi. 

 

Karena adakalanya juga, orang yang tak bahagia menularkan rasa tak bahagianya kepada orang lain disekitarnya. Menjadi lebih kasar, menyakiti dalam bentuk verbal bahkan fisik. Kalo sudah seperti itu, bisa jadi perceraian adalah langkah terbaik. Menjaga jiwa dan nyawa hukumnya adalah wajib. Meskipun sebisa mungkin, ada upaya melibatkan pihak penengah dari kedua keluarga sebelum benar-benar berpisah. Karena lagi-lagi, perceraian seringkali menyebabkan luka, terutama bagi anak-anak. 

 

Tak perlu setia pada pasangan. Toh pasangan tak selamanya baik. Tapi setialah pada Allah, maka Dia yang akan menjaga kita dan keluarga. Letakkan cinta padanya karena kita punya cinta padaNya. Sekuat apapun kita memeluk pasangan, jika dia tak takut sama Allah, akan tetap berkhianat. 

 

Lepaskan pikiran, lepaskan emosi, hilangkan semua kekhawatiran. Selama kita sudah lakukan hal yang terbaik, ikhlaskan. Yakin, Allah akan berikan yang terbaik.

 

Sumber Gambar: Bing AI


Editor:     Rezekinta Syahputra Sembiring                 

AUTHOR

Bagikan ini ke sosial media anda

(0) Komentar

Berikan Komentarmu

Tentang Generasi Peneliti

GenerasiPeneliti.id merupakan media online yang betujuan menyebarkan berita baik seputar akademik, acara akademik, informasi sains terkini, dan opini para akademisi. Platform media online dikelola secara sukarela (volunteers) oleh para dewan editor dan kontributor (penulis) dari berbagai kalangan akademisi junior hingga senior. Generasipeneliti.id dinaungi oleh Lembaga non-profit Bioinformatics Research Center (BRC-INBIO) http://brc.inbio-indonesia.org dan berkomitmen untuk menjadikan platform media online untuk semua peneliti di Indonesia.


Our Social Media

Hubungi Kami


WhatsApp: +62 895-3874-55100
Email: layanan.generasipeneliti@gmail.com

Kami menerima Kerjasama dengan semua pihak yang terkait dunia akademik atau perguruan tinggi.











Flag Counter

© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.