by INBIO
RNA editing telah mendapat momentum. Setelah beberapa dekade penelitian dasar mengenai cara untuk memanipuasi molekul kompleks melalui RNA editing, terdapat tiga dasar terapi yang telah memasuki uji klinis atau diterima persetujuannya untuk dilakukan RNA editing. Para pendukung RNA editing telah lama menyatakan bahwa metode RNA editing dapat menjadi alternatif yang lebih aman dan lebih fleksibel daripada teknik genome editing seperti CRISPR, tetapi terdapat masalah teknis terkait dengan metode ini.
Para ilmuan mengatakan bahwa peluncuran uji coba pada manusia menunjukkan kemajuan dan peneriman bidang ini. Andrew Lever, seorang ahli biologi di Universitas Cambridge, Inggris berpendapat bahwa "terdapat pemahaman yang jauh lebih besar tentang teknologi RNA, dan pemahaman ini sebagian telah ditingkatkan melalui vaksin RNA pada pandemi COVID”. Sehingga RNA saat ini dipandang sebagai molekul terapeutik yang sangat esensial. RNA memiliki peran penting dalam sintesis protein karena informasi genetik yang dikodekan dalam DNA ditranskripsi menjadi messenger RNA (mRNA) sebelum diterjemahkan menjadi protein. Molekul RNA terdiri dari blok bangunan yang disebut nukleotida, masing-masing mengandung satu dari empat basa, atau huruf (Gambar 1).
Gambar 1. RNA therapies
Teknik RNA editing bertujuan untuk meningkatkan produksi protein yang baik dan mengkompensasi mutasi yang berbahaya dengan mengubah urutan RNA sehingga protein normal dapat disintesis. RNA editing berbeda dengan genom editing CRISPR, karena RNA editing tidak mengubah gen dan perubahan yang dihasilkan bersifat tidak permanen akibat sifat molekul RNA yang sementara sehingga durasi terapeutik dapat lebih pendek. Namun, hal tersebut dapat memberikan keuntungan dalam hal keamanan. Menurut Joshua Rosenthal, seorang ahli Neurobiologi di Laboratorium Biologi Kelautan di Woods Hole, Massachusetts “salah satu risiko terapi CRISPR adalah efek tidak tepat sasaran atau perubahan yang tidak diharapkan di luar wilayah genom target/DNA sehingga berpotensi cukup berbahaya tetapi tidak berbahaya unutk RNA karena RNA akan berbalik”.
Secara umum, pengeditan basa tunggal adalah metode RNA editing yang memanfaatkan enzim di dalam sel. Adenosin deaminase pada RNA (ADAR) adalah enzim yang menukar basa pada adenin dalam urutan RNA yang dikenal inosin. Wave Life Sciences di Cambridge, Massachusetts, sedang menguji pengobatan basa tunggal untuk kelainan genetik (alpha-1 antitripsin/AATD) yang dapat merusak paru-paru dan hati. Penyakit ini menyebabkan produksi protein AAT berkurang di dalam sel hati yang melindungi paru-paru dari kerusakan akibat menghirup udara tercemar atau iritasi lainnya. Produk Wave terdiri dari rantai pendek nukleotida yang mengarahkan pada enzim ADAR yang terjadi secara alami untuk mengubah huruf tertentu dalam setiap molekul mRNA untuk mengoreksi mutasi yang memengaruhi produksi AAT (Gambar 2). Menurut Paul Bolno selaku presiden dan kepala eksekutif Wave, pembuatan protein yang normal dapat menggunakan mesin endogen sel untuk mengedit basa tunggal tersebut sehingga hasil dari protein normal tersebut dapat diekspresikan pada tingkat yang lebih tinggi lagi. Bolno berpendapat bahwa “pengujian pada tikus dapat mengubah sekitar 50% mRNA target dalam sel hati pada tikus yang cukup untuk memiliki efek terapeutik. Pengujian klinis pada AATD dimulai pada Desember 2023 di Inggris dan Australia dan akan mengevaluasi keamanan dan efektivitas dari ADAR”.
Gambar 2. Schematic. representation of α-1-antitrypsin deficiency (AATD) pathophysiology.
Penyunting ekson RNA adalah metode lain yang mengubah ribuan huru genetik dalam molekul RNA tidak hanya mengubah satu huruf saja. Pengeditan ekson mirip dengan mengedit seluruh paragraf. Teknologi ini sangat penting untuk penyakit yang disebabkan oleh beberapa mutasi dalam genom seseorang serta perubahan basa tunggal sulit diatasi dalam susunan mutasi. Teknik ini menargetkan pra-mRNA yang ditranskripsi dari DNA dan diproses untuk membuat mRNA. Pra-mRNA mencakup ekson bagian dari transkrip RNA yang berisi instruksi untuk membuat protein dan intron yang tidak mengandung instruksi tersebut. Melalui mekanisme yang disebut penyambungan RNA, intron dipotong dari pra-mRNA dan ekson dijahit bersama untuk membentuk mRNA yang diterjemahkan menjadi protein.
Perusahaan seperti Ascidian Therapeutics di Boston, Massachusetts, memanfaatkan proses penyambungan RNA untuk menghilangkan ekson yang mengandung mutasi dan menggantinya dengan ekson yang sehat. Bulan lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS memberikan persetujuan kepada Ascidian untuk melakukan uji klinis penyunting ekson sebagai pengobatan penyakit Stargardt yang menyebabkan kehilangan penglihatan. Penyakit ini menyebabkan banyak mutasi pada satu gen yang mengakibatkan protein pelindung mata rusak. Robert Bell selaku ahli biologi yang bertanggung jawab atas penelitian Ascidian menyatakan bahwa terapi Ascidian sangat bergantung pada segmen DNA yang direkayasa yang dikirim ke dalam sel dan menghasilkan ekson RNA normal sebagai pengganti ekson bermutasi dengan menghasilkan protein fungsional selama proses penyambungan. Melalui terapi Ascidian, DNA dapat menghasilkan urutan RNA dalam memfasilitasi pengeditan ekson sehingga dengan satu molekul dapat menggantikan 22 ekson sekaligus.
Terapi berbasis RNA tidak hanya dapat digunakan untuk penyakit genetik. Rznomics, sebuah perusahaan biofarmasi di Seongnam, Korea Selatan, sedang melakukan uji coba editor RNA untuk mengobati karsinoma hepatoseluler yang merupakan jenis kanker hati yang paling umum. Pada bulan September 2022, perusahaan telah melakukan uji klinis di Korea Selatan dan berencana untuk melakukan ekspansi internasional.
Berbeda dengan metode Ascidian, metode Rznomics melibatkan penyambungan mRNA dimana metode ini tidak menggunakan mesin penyambungan sel itu sendiri. Sebaliknya metode Rznomics telah mengkooptasi ribozim yang terjadi secara alami, sebuah molekul RNA yang dapat menginduksi penyambungan di daerah target mRNA. Para peneliti telah merekayasa ribozim untuk memotong mRNA dalam sel tumor dan menyisipkan muatan yang mematikan yaitu urutan RNA yang telah diterjemahkan ke dalam protein untuk menghasilkan racun yang menginduksi kematian sel. Ketika sel kanker disekitarnya bersentuhan dengan sel ini, maka toksin menyebar dan mendorong kematian sel kanker. Molekul ribozim dapat menggantikan urutan RNA yang terkait dengan pertumbuhan tumor sebagai metode terapeutik.
Hal tersebut didukung oleh pendapat Lever selaku Kepala petugas medis Spliceor di Cambrige, Inggris, sebuah perusahaan yang mengembangkan terapi penyambungan DNA, “penggunaan pendekatan penyambungan RNA terhadap lebih dari satu penyakit sangat menarik karena membuka berbagai kemukinan pengobatan yang sama sekali baru untuk hal-hal yang sebelumnya tidak dapat diobati”
doi: https://doi.org/10.1038/d41586-024-00275-6
AUTHOR
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.