by INBIO

"Connecting The Dots of Sciences"

Trending

Al Mukhollis Siagian                 
225 0 0
Opini Akademisi April 12 3 Min Read

Mata Rantai Kebijakan Publik




Mengapa sebagian besar kebijakan yang berupaya mengatasi kesengsaraan sosial ekonomi di Indonesia gagal? Apakah ada mata rantai yang hilang atau kesenjangan dalam proses kebijakan? Pertanyaan-pertanyaan ini telah menjadi pusat perhatian dalam perdebatan yang terus berlanjut mengenai kemampuan kita untuk menghadapi berbagai tantangan sosial ekonomi.

Satu aliran pemikiran menunjukkan ketidakmampuan negara untuk merancang kebijakan dan program yang relevan dengan konteks untuk menangani masalah khusus konteks isomorfisme koersif menyarankan secara langsung mentransfer kebijakan dari satu konteks ke konteks lainnya. Banyak analis lain berpendapat bahwa ada beberapa kebijakan telah dirancang dengan baik dan dimaksudkan dengan baik, tetapi mata rantai yang hilang adalah kelemahan penegakan hukum dan kemauan eksekutif serta perangkatnya untuk secara efektif menerapkan kebijakan.

Meskipun tahapan dalam proses kebijakan terjalin erat, tahap implementasi sangat penting bagi keberhasilan pemerintah dalam upaya mengatasi tantangan sosial ekonomi. Poin ini secara paksa penulis kemukakan bahwa sebaik apapun sistem politik, betapapun mulia tujuannya, betapapun sehatnya struktur organisasi, tidak ada kebijakan yang dapat berhasil jika implementasinya tidak sesuai dengan niat para pengambil kebijakan. Artinya tahap implementasi adalah yang paling penting namun paling diabaikan. Kesimpulan dari beberapa studi dan diskusi adalah bahwa kebijakan itu ada; alih-alih yang tersisa adalah implementasi yang efektif.

Selain pengakuan bahwa proses implementasi bersifat administratif atau teknis, juga sebagian besar bersifat politis dan melibatkan keputusan tata kelola, penunjukan, koalisi, dan jaringan dalam menangani masalah masyarakat yang kompleks dan tidak jelas, terutama di era tata kelola jaringan pasca-New Public Management (NPM). Hal ini membuat penting bagi para analis untuk merenungkan bagaimana kompleksitas praktis dan politik kebijakan publik dapat mengimbangi potensi keuntungan bersih, sehingga masyarakat tidak ditarik ke dalam siklus hanya mengganti kebijakan gagal dengan yang lebih baru dan dianggap lebih baik.

Dalam konteks ini, salah satu yang dikaji adalah politik kebijakan publik tentang BPJS. Tertanggal 06 Januari 2022, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Kebijakan yang diambil ini sempat riuh di hadapan publik, mengingat salah satu poin penekanannya adalah segala sesuatu urusan publik harus menyertakan BPJS, semisalnya mengurus SIM, jual beli tanah, dan hal lainnya.

Lantas bagaimana politik kebijakan publik memandang kebijakan tersebut? Keadaan di sekitar Skema BPJS memberikan kasus prima facie tentang bagaimana politik dapat mempengaruhi proses kebijakan; namun, literatur telah meninggalkan fenomena ini (teka-teki politik) yang sebagian besar tidak dibahas. Objek utama artikel ini adalah mengkaji lingkungan politik dari siklus kebijakan BPJS dengan fokus khusus pada fase implementasi. Artikel ini membuat kontribusi sederhana untuk literatur tentang konteks politik intervensi sosial di Indonesia dengan membahas secara memadai lima elemen politik yang menyelimuti dan  telah menghambat implementasi yang efektif: Tergesa-gesa politik dalam pengeluaran INPRES; keharusan teknis dan politik; permainan kekuasaan di antara aktor dan institusi; munculnya keberpihakan dalam penunjukan strategis dan politik tingkat jalanan.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa sifat dan fungsi layanan publik di Indonesia sangat bergantung pada penggunaan konsep negara neo-patrimonial. Ini mengacu pada kondisi negara di mana ada rasa lemah dari barang publik atau layanan publik, dan di mana sumber daya negara berada di tangan eksekutif (presiden dan menterinya) yang menggunakannya untuk memberi penghargaan dan untuk bersama-sama memilih penganut dalam kontinum patron-klien. Ciri khas semua lembaga publik, pemerintah saat itu berhak dan bertanggung jawab untuk mengangkat pejabat yang berwenang, terutama untuk posisi puncak.

Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional ini terdapat 31 aktor kebijakan yang dimulai dari Presiden; Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan; Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; Menteri Dalam Negeri; Menteri Luar Negeri; Menteri Agama; Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; Menteri Keuangan; Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi; Menteri Kesehatan; Menteri Ketenagakerjaan; Menteri Perindustrian; Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; Menteri Perhubungan; Menteri Komunikasi dan Informatika; Menteri Pertanian; Menteri Kelautan dan Perikanan; Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional; Menteri Badan Usaha Milik Negara; Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; Menteri Sosial; Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal; Jaksa Agung; Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia; Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan; Para Gubernur; Para Bupati/Wali Kota; dan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional.

Sehingga Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional dari sudut pandang politik kebijakan publik merupakan bagian dari pengaturan implementasi kebijakan pengentasan kesengsaraan sosial ekonomi. Sehingga INPRES tersebut menyasar proses jual beli tanah yang harus melampirkan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai syarat. Tentu publik menilai kebijakan tersebut tidak rasional karena hubungan antara ATR/BPN dan kesehatan terlalu jauh meskipun tujuannya dapat dikatakan baik. Ini adalah pertanda ketidaksinambungan rantai kebijakan publik.


AUTHOR

Bagikan ini ke sosial media anda

(0) Komentar

Berikan Komentarmu

Tentang Generasi Peneliti

GenerasiPeneliti.id merupakan media online yang betujuan menyebarkan berita baik seputar akademik, acara akademik, informasi sains terkini, dan opini para akademisi. Platform media online dikelola secara sukarela (volunteers) oleh para dewan editor dan kontributor (penulis) dari berbagai kalangan akademisi junior hingga senior. Generasipeneliti.id dinaungi oleh Lembaga non-profit Bioinformatics Research Center (BRC-INBIO) http://brc.inbio-indonesia.org dan berkomitmen untuk menjadikan platform media online untuk semua peneliti di Indonesia.


Our Social Media

Hubungi Kami


WhatsApp: +62 895-3874-55100
Email: layanan.generasipeneliti@gmail.com

Kami menerima Kerjasama dengan semua pihak yang terkait dunia akademik atau perguruan tinggi.











Flag Counter

© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.