by INBIO
Penelitian mengenai patchiness atau pola keanekaragaman hayati di lautan telah lama menjadi topik utama dalam oseanografi. Para ilmuwan berusaha memahami bagaimana organisme laut tersebar dan apa yang mengontrol pola-pola distribusi ini. Teori yang dominan menyatakan bahwa faktor fisik, seperti arus laut, suhu, dan salinitas, menjadi pengendali utama yang menentukan distribusi plankton dan organisme kecil di laut. Namun, hingga kini, belum ada penelitian skala besar yang secara konsisten menguji hipotesis ini dengan data lapangan yang luas. Dalam studi terbaru ini, para peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif berbasis slope hubungan antara variansi dan skala spasial untuk mengukur patchiness secara lebih sistematis di tiga samudra utama: Atlantik, Pasifik, dan Selatan.
Dengan menganalisis sekitar 650.000 data pengukuran yang hampir kontinu dengan interval sekitar 200 meter, para peneliti menemukan hasil yang mengejutkan. Mereka menyimpulkan bahwa patchiness dari parameter biologis dan parameter fisik ternyata tidak berkorelasi. Artinya, distribusi organisme biologis di laut tidak serta-merta mengikuti pola parameter fisik seperti suhu atau arus laut. Temuan ini bertentangan dengan pandangan umum bahwa faktor fisik adalah pengontrol utama dalam membentuk pola distribusi organisme laut. Sebaliknya, pola yang muncul dari data menunjukkan bahwa parameter biogeokimia memiliki karakteristik tersendiri dan lebih erat hubungannya dengan parameter biologis lain dibandingkan dengan faktor fisik.
Salah satu temuan penting dalam penelitian ini adalah bahwa slope variansi dapat dianggap sebagai properti emergen yang memiliki pola unik dalam parameter biogeokimia. Ini berarti bahwa meskipun kondisi fisik lautan berubah, pola distribusi unsur-unsur biogeokimia tetap menunjukkan kecenderungan yang berbeda dan tidak selalu mengikuti pola parameter fisik. Dengan kata lain, interaksi biologis dan proses biogeokimia memiliki dinamika tersendiri yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan faktor fisik. Penemuan ini dapat membantu menjelaskan berbagai hasil penelitian terdahulu yang sering kali menunjukkan interpretasi berbeda terkait hubungan antara biologi dan fisika di laut.
Implikasi dari penelitian ini cukup luas, terutama dalam bidang pemodelan ekologi laut dan konservasi lingkungan laut. Studi ini menunjukkan bahwa model biogeokimia yang selama ini digunakan dalam penelitian oseanografi perlu memperhitungkan faktor spasial secara lebih akurat, dan tidak hanya bergantung pada variabel fisik untuk memprediksi distribusi organisme laut. Oleh karena itu, para peneliti mengusulkan penggunaan uji spasial dalam parameterisasi model biogeokimia guna meningkatkan akurasi dan relevansi hasil penelitian. Pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana pola patchiness terbentuk dapat membantu dalam pengelolaan sumber daya laut dan strategi konservasi yang lebih efektif.
Secara keseluruhan, penelitian ini membuka peluang baru bagi studi lebih lanjut mengenai mekanisme yang mengatur pola distribusi biologis di laut. Dengan menggunakan data skala besar yang diperoleh dari berbagai samudra, studi ini memberikan dasar yang lebih kuat bagi ilmuwan untuk mengeksplorasi bagaimana interaksi biologis, kimia, dan fisika terjadi di ekosistem laut. Dengan semakin berkembangnya teknologi pemantauan dan pemodelan, penelitian serupa di masa depan dapat memberikan wawasan yang lebih dalam mengenai kompleksitas sistem kelautan global.
Original Article: https://doi.org/10.1038/s41467-025-56794-x
Ayo publikasikan artikel ilmiahmu di website generasipeneliti.id secara gratis!
Hubungi kami di WhatsApp +62 822-5828-1664 (Afifah)
AUTHOR
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.