by INBIO
Keberagaman makanan dan pola makan yang diterapkan masyarakat Indonesia tidak terlepas dari unsur kebudayaan yang melekat. Misalnya, masyarakat Minangkabau memiliki makanan khas, yakni rendang, serta pola makan masyarakatnya yang menganggap “kalau belum makan nasi, berarti belum dikatakan makan”. Sedangkan di Indonesia bagian timur, makanan pokoknya lebih memilih mengkonsumsi jagung, sagu, dan umbi-umbian lainnya
Dengan adanya budaya, kebiasaan makan yang tidak sesuai dengan masyarakat setempat dianggap hal yang tabu. Misalnya, rendang di Minangkabau terbuat dari daging sapi, kambing, ayam, ataupun domba. Apabila rendang tersebut dibuat dari daging babi, maka masyarakat menganggapnya tabu atau tidak sesuai dengan budaya yang ada. Namun, tidak semua makanan yang telah menjadi budaya atau kebiasaan masyarakat Indonesia itu selalu baik. Ada juga makanan yang sebenarnya sudah kehilangan nilai gizinya, bahkan tidak berfungsi lagi untuk pemenuhan gizi.
Keberagaman budaya bangsa menyebabkan presepsi masyarakat masih mendominasi perilaku makan dalam pemenuhan gizi. Pola pikir masyarakat yang berpikir bahwa kebutuhan makan adalah dengan memakan makanan yang tinggi atau kaya karbohidrat tanpa mempertimbangkan kecukupan gizi yang seimbang, menunjukkan bahwa aspek sosial budaya masih mendominasi perilaku dan kebiasaan makan yang masyarakat Indonesia.
Jadi, pemenuhan gizi masyarakat di Indonesia saat ini masih dipengaruhi oleh budaya daerah. Keberagaman budaya tersebut menyebabkan makanan dan pola makan masyarakat yang heterogen. Untuk mengatasi masalah gizi yang terjadi, harus ada edukasi atau pembekalan ilmu gizi kepada masyarakat dalam pemenuhan gizinya tanpa menghilangkan budaya yang ada. Masyarakat harus didorong untuk menciptakan budaya baru yang lebih baik tanpa adanya tekanan ataupun pertentangan dengan budaya yang ada agar status gizi di Indonesia menjadi lebih baik.
AUTHOR
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.