by INBIO
Cermin Demokrasi dalam Otonomi Daerah
Politikus Cak Imin memberikan opini berupa usulan jabatan Gubernur dihapus, mengapa demikian?
Gubernur adalah cerminan demokrasi Indonesia yang tertuang pada sistem otonomi daerah. Demokrasi dan persoalan otonomi merupakan dua unsur politik yang dalam sistem ketatanegaraan masih sering mempengaruhi struktur sosial masyarakat, baik dalam hal pelayanan maupun perlindungan hak asasi manusia. Otonomi adalah proses pembentukan demokrasi yang lahir dalam perebutan kebijakan negara untuk menggulingkan rezim totaliter dan sentralis dan digantikan oleh rezim yang demokratis dan terdesentralisasi sehingga perwujudan cita-cita konstitusional dapat terlaksana dengan baik. Sayangnya sampai saat ini terdapat banyak dinamika yang dilakukan kepala daerah seperti:
Faktor-faktor penyebab kepala daerah melakukan korupsi antara lain: Monopoli kekuasaan, Diskresi kebijakan, lemahnya akuntabilitas, dan aktor lain seperti kurangnya kompetensi dalam pengelolaan keuangan daerah, kurang pahamnya peraturan, dan pemahaman terhadap konsep budaya yang salah.
Penyelenggara pemerintahan, baik dari eksekutif pusat maupun legislatif, harus memiliki integritas dan moral yang diikat oleh etika dan tata kelola. Tindakan pemerintah dan aktivitas politik legislator di daerah dengan demikian akan dipengaruhi oleh pejabat dan elit politik masing-masing. Bertindak etis berarti menepati janji atau janji yang telah dibuat dan tidak melakukan sesuatu yang merugikan atau merusak kepercayaan masyarakat atau orang lain .
Sempat viral lalu Kepala Daerah seperti Gubernur dan Walikota/Bupati adalah pelaksana otonomi daerah. Sempat viral awal 2023 lalu yaitu ribuan Kepala desa yang tergabung dalam Papdesi (Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) pada 17 Januari 2023 berdemonstrasi di depan Gedung DPR RI, Jakarta untuk menuntut perpanjangan masa jabatan kepala desa yang sebelumnya enam tahun menjadi sembilan tahun serta meminta DPR merevisi masa jabatan yang diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Otonomi daerah sudah berjalan selama 26 tahun dan diperingati setiap tanggal 25 April. Tentu saja banyak capaian yang telah dicapai di daerahnya masing-masing, namun dalam praktiknya sebagaimana diuraikan di atas, kepala daerah tidak mencerminkan semangat demokrasi yang terkandung dalam otonomi daerah. Penyelenggara pemerin
Jelang pemilihan umum serentak 2024, ada sejumlah kepala daerah definitif yang habis masa jabatannya. Setidaknya ada 272 kepala daerah yang terdiri dari 24 gubernur dan 248 bupati/walikota. Sehingga pejabat gubernur atau bupati/walikota harus segera diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut. Pada Mei 2022, sudah dimulai pengisian calon kepala daerah 5 gubernur, 37 bupati, dan 6 walikota. Penjabat Kepala Daerah (PKD) yang akan dilantik pada tahun 2022 untuk 101 daerah dan tahun 2023 untuk 171 daerah. Dengan demikian, jumlah PKD yang harus ditetapkan pemerintah pada tahun 2024 adalah 272. Masa jabatan PKD sampai dengan pelaksanaan Pilkada Serentak tanggal 27 November 2024 sejak dilantik ditambah beberapa waktu lagi penetapan KPUD dan persiapan pelantikan. Misalnya, pelantikan Pj Gubernur DKI Jakarta berasal dari Kepala Sekretariat Presiden, Pj Gubernur Bangka Belitung berasal dari Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian Sumber Daya Manusia dan Pj Gubernur Banten berasal dari Staf Ahli Bidang Budaya Sportifitas Kemenpora , Pj Gubernur Papua Tengah dari Staf Ahli Mendagri Bidang Aparatur dan Pelayanan Publik, Pj Gubernur Papua Mountains dari Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Kerjasama Internasional Kejaksaan Agung, Pj Gubernur Papua Barat Daya dari Asisten Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Provinsi Papua.
Merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, kekosongan jabatan gubernur akan diisi oleh pelaksana tugas gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan menengah hingga gubernur definitif dilantik. Sedangkan untuk mengisi kekosongan jabatan bupati/walikota, diangkat pejabat bupati/walikota dari jabatan pimpinan tinggi sampai dengan pelantikan bupati dan walikota. Adanya penolakan di beberapa daerah terhadap calon Penjabat (Pj) kepala daerah yang dilantik oleh Pemerintah Pusat, seperti Gubernur Sulawesi Tenggara (Sulawesi Tenggara), menunda pelantikan pejabat bupati di tiga daerahnya, yakni Buton Selatan, Kabupaten Muna Barat dan Buton Tengah. Kehadiran PKD yang merupakan “utusan” dari pemerintah pusat telah menimbulkan gejolak di masyarakat seperti terkait gugatan dan keberatan dari pemerintah daerah
Efek dari memperkenalkan sistem demokrasi adalah mengubah konstitusi Indonesia. Salah satu perubahan utama adalah kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Ketidakpuasan terhadap sentralisasi kekuasaan pada masa Orde Baru menyebabkan daerah menuntut otonomi. Sistem sentralisasi diasumsikan hanya elit yang dapat sejahtera, sedangkan sistem desentralisasi diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan sosial, ekonomi dan politik masyarakat, namun pada tataran realitas tidak demikian. sederhana putar seperti telapak tangan. Praktek otonomi daerah tidak memberikan hasil yang diharapkan. Misalnya, kualitas pelayanan rumah tangga yang masih rendah di berbagai daerah. Jumlah daerah yang mampu memberikan pelayanan kelas dunia di bidang pendidikan, kesehatan dan perizinan masih sangat sedikit, kurang dari 10 persen dari 514 kabupaten/kota yang ada. Indikator lainnya adalah jumlah penduduk miskin masih sangat tinggi (sekitar 27,73 juta orang pada tahun 2015) dan jumlah penduduk yang tidak bekerja masih tinggi (sekitar 7,4 juta orang pada tahun 2015). Isu tata kelola pemerintahan yang efektif dan daya saing daerah masih dibahas dan belum dilaksanakan secara serius.
Desentralisasi memiliki tujuan politik dan ekonomi. Tujuan politiknya adalah untuk memperkuat pemerintah daerah (Pemda), membangun kapasitas pejabat daerah dan masyarakat setempat, serta mempertahankan integrasi nasional. Pada saat yang sama, tujuan dari bisnis ini adalah untuk meningkatkan kapasitas pemerintah kota untuk menyediakan layanan yang profesional dan mudah diakses, efisien dan efektif. Dari sudut pandang pemerintahan daerah, desentralisasi merupakan bagian dari sifat pembagian kekuasaan yang meliputi aspek politik, hukum, dan administrasi. Kekuasaan adalah sumber daya kekuasaan yang terbatas dan sumber daya yang sama masih diperebutkan. Desentralisasi mengacu pada transfer kekuasaan ke tingkat yang lebih rendah dari hierarki teritorial . Desentralisasi dapat dilakukan melalui desentralisasi, delegasi dan desentralisasi. desentralisasi sebagai penyerahan kekuasaan dan tanggung jawab atau kekuasaan untuk melaksanakan sebagian atau seluruh penyelenggaraan dan fungsi pemerintah pusat dan badan-badannya, pejabat negara atau badan usaha otonom; jabatan fungsional dalam tanggung jawab daerah; dan LSM
Otonomi daerah merupakan salah satu bentuk desentralisasi. Pasal 1 UU No. 32 Tahun 2004, desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan pemerintahan dari pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem negara kesatuan republik indonesia. Kebalikan dari sentralisasi adalah sistem pemerintahan di mana semua kekuasaan terpusat. Selama ini pada tahun 2022 Indonesia mengalami sentralisasi tidak langsung seperti sentralisasi berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2014 yang mengarah pada 6 (enam) hal yaitu penguatan kekuasaan presidensial, asas pembagian kerja, hubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam, kesulitan administrasi , langkah hukum penghapusan peraturan daerah, dan lampiran undang-undang yang mengatur pembagian urusan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota Praktik desentralisasi yang harus dikelola menurut prinsip good governance cenderung menghasilkan hal-hal sebagai berikut:
• Kurangnya koordinasi antara pemerintah kabupaten/kota dan provinsi, bahkan dengan pemerintah pusat
• Kurangnya koordinasi dalam pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan di tingkat kabupaten/kota dan keterkaitan dengan provinsi sebagai wilayah inti
• Pemerintahan masih sebatas retorika politik
Potensi mengabaikan profesionalisme dalam penyelenggaraan pemerintahan Konsekuensi di atas harus diakhiri. Karena justru jauh dari tujuan memberikan desentralisasi dengan prinsip good governance. Konsekuensi demikian jelas sangat buruk bagi upaya mencapai kesejahteraan manusia. Bahkan dapat dikatakan bahwa kesejahteraan rakyat dan demokrasi akan semakin jauh untuk mencapai pemerintahan yang demokratis . Faktor penyebab kegagalan usaha di daerah antara lain birokrasi terkait kepastian hukum atas tanah, kepastian regulasi yang rendah . Sampai saat ini sering terjadi dan ditemukan faktor-faktor tersebut
Konsep demokrasi khususnya tata kelola dalam pemerintahan selalu menempatkan rakyat pada posisi yang sangat strategis dalam sistem ketatanegaraan, meskipun terdapat perbedaan antar negara dalam tataran pelaksanaannya. Karena varian pelaksanaan demokrasi yang berbeda-beda, maka dikenal beberapa istilah demokrasi dalam literatur kenegaraan, yaitu demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terkelola, demokrasi pan-sekretaris, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, demokrasi nasional, dan sebagainya . Nilai-nilai yang harus dipenuhi untuk kriteria demokrasi adalah :
• menyelesaikan perselisihan secara damai dan sukarela;
• pergantian penguasa secara teratur dan memiliki kerangka waktu agar tidak otoriter;
• penggunaan paksaan yang minimal;
• pengakuan dan tanggung jawab atas nilai kewajiban;
• menegakkan keadilan;
• memajukan ilmu pengetahuan; dan
• pengakuan dan penghormatan terhadap kebebasan
Untuk melaksanakan semua kriteria, prinsip, nilai dan unsur-unsur demokrasi tersebut di atas, diperlukan lembaga-lembaga sebagai berikut :
1. Pemerintah yang bertanggung jawab;
2. Dewan Perwakilan Rakyat yang mewakili golongan dan kepentingan rakyat dipilih melalui pemungutan suara secara bebas dan rahasia berdasarkan sekurang-kurangnya dua calon untuk setiap kursi. Dewan/perwakilan ini melakukan pengawasan yang memungkinkan adanya oposisi yang konstruktif dan evaluasi berkelanjutan terhadap kebijakan pemerintah;
3. Organisasi politik yang terdiri dari satu atau lebih partai politik. Partai menjaga hubungan reguler antara publik dan pemimpin mereka;
4. Pers dan media massa bebas mengeluarkan pendapatnya; dan
5. sistem peradilan yang independen untuk menjamin hak asasi manusia dan menjamin keadilan. Ini adalah mekanisme utama kekuasaan yang diusulkan oleh konsep demokrasi, yang didasarkan pada prinsip persatuan dan kesetaraan manusia.
Demokrasi, otonomi daerah dan pemerintahan di Indonesia dipengaruhi oleh banyak hal seperti sistem politik, pemerintahan dan sistem perwakilan. Ada beberapa faktor strategis yang turut mempengaruhi otonomi daerah, seperti inovasi, pemilihan kepala daerah, politik transnasional, kepemimpinan, hubungan intra dan antar daerah, dan faktor tersebut harus terintegrasi dalam konteks nasional dan hubungan antar daerah pusat. Hubungan antara pusat dan daerah menimbulkan permasalahan tersendiri dan akhirnya berujung pada otonomi daerah ala Indonesia Beberapa daerah merasa diambil alih oleh pemerintah pusat. dinamika dan instabilitas politik, seperti munculnya gerakan Aceh Mardeka, Republik Maluku Selatan dan Papua Merdeka. atau kasus Bupati Meranti yang mengancam akan angkat senjata atau isu konflik Walikota Medan dan Gubernur Sumut yang meributkan utang daerah.
Dampak pembatasan tertentu terhadap kewenangan berbagai instansi pemerintah daerah akan berimplikasi pada beberapa aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah. Di satu sisi, model ini dapat mengatasi kompleksitas sinkronisasi peraturan pusat dan daerah dalam otonomi daerah. Penyederhanaan regulasi melalui UU Cipta Kerja tetap memungkinkan pemerintah kota ikut serta menyelesaikan permasalahan di daerah dan tidak hanya menyerahkan kepada pemerintah pusat karena masih melibatkan pemerintah kota, proses persetujuan lingkungan, dll. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam hal-hal yang paling dekat dengannya. Pemerintah pusat menjalankan fungsi dan kekuasaan hanya jika diperlukan. UU Cipta Kerja bertujuan untuk mengatasi permasalahan tumpang tindih antara pusat dan daerah serta antar instansi pemerintah dengan cara sentralisasi kekuasaan. Otonomi daerah harus sangat hati-hati, karena melihat kasus dimana muncul kewenangan mutlak otonomi daerah telah menyebabkan pergantian jabatan gubernur, walikota atau bupati sehingga menimbulkan kesan sebagai raja yang lebih rendah di daerah.
Dinamika Pejabat Kepala Daerah
Pada tahun 2022 ada 101 kepala daerah yang masa jabatannya akan berakhir. Dari 101 Kepala daerah tersebut 7 diantaranya Gubernur, 76 Bupati dan 18 Wali Kota. Karena pemilihan Kepala daerah serentakakan berlangsung pada 2024, maka otomatis, tak ada pemilihan kepala Daerah pada 2022. Artinya, 101 Kepala Daerah tersebut akan di isi oleh Penjabat kepala Daerah yang memerintah hingga pemilu Serentak 2024. Pada 2023, ada 17 Gubernur, 38 Wali Kota dan 115 Bupati. Saat ini pemerintah pusat melakukan pengangkatan PKD yang mayoritas berstatus PNS dari pemerintah pusat. Norma hukum yangg telah mengatur pengangkatan PKD Berikut :
• UU 23/2014 tentang Pemerintah daerah
• UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara
• UU nomor 10/2016 khususnya Pasal 201 ayat 9 tentang pengangkatan PJ untuk mengisi kekosongan Kepala Daerah
• PP Nomor 49 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah
Diangkatnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai PKD tentunya dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa PNS memiliki pengalaman dan profesionalisme dalam kebijakan publik dan administrasi publik. Hal ini dimaksudkan agar roda pemerintahan, pelayanan publik dan pembangunan dapat berjalan lancar. UU No 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas UU No 1 Tahun 2015 Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota memberdayakan pemerintah untuk menunjuk PKD provinsi dari tingkat menengah jabatan pimpinan, PKD kabupaten/kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama (Pasal 201 ayat 10 dan 11), sampai dengan pelantikan gubernur, bupati, dan walikota sebagai hasil pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024
Apakah demokrasi Indonesia selama ini sudah kebablasan?
Di beberapa daerah Indonesia dirasakan rasa demokrasi tidak berjalan maksimal, terlihat dana yang diberikan oleh pemerintah pusat telah digunakan oleh beberapa oknum kepala daerah untuk melakukan tindakan korupsi demi keuntungan pribadi dan tidak menguntungkan rakyat. Akibat atau dengan adanya PKD diharapkan dapat memperbaiki hal-hal yang tidak berfungsi maksimal atas perintah pemerintah pusat. Secara teknis, ribut-ribut penunjukan PKD harus diselesaikan melalui solusi. Pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah tentang pedoman penetapan PKD, dengan memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi no. 15/PUU-XX/2022, Putusan MK No. 67/PUU-XIX/2021, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan tentunya tentang penetapan aturan lama tentang penempatan kepala daerah yaitu tidak lagi sesuai dengan perkembangan situasi dan rezim pemilu serentak. Kita tahu sebelumnya ada demo dari beberapa elemen masyarakat seperti demo kepala desa menuntut 9 tahun masa jabatan, tapi apakah perpanjangan nanti itu efektif? Apakah benar desa yang dipimpin kepala desa-kepala desa tersebut maju? Berapa persen berhasil? Minimal jalan-jalan di desa yang rusak sudah perbaiki atau birokrasi sudah menghilangkan calo kaha tau sudah cepat ketika mengurus data administrasi warga?
Selain itu, perlu diatur secara tegas pengaturan kewenangan PKD, terutama terkait dengan kebijakan strategis yang berdampak pada daerah, mutasi pegawai dan tindakan yang dapat digugat oleh masyarakat. PKD sudah berlaku sejak lama, sehingga perlu diatur kewenangan apa yang dapat dijalankannya, karena jika tidak, berpotensi membahayakan kekuasaan gubernur incumbent jika kewenangannya digunakan. tak terbatas. Masa jabatan dua sampai tiga tahun berpotensi disalahgunakan, oleh karena itu aturan pelaksanaan dan pengawasannya harus diatur secara tegas dan jelas. Perlu adanya Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Penetapan PKD, sehingga perlu segera dilaksanakan sehubungan dengan pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016. Untuk menghindari kecenderungan politik oknum tertentu yang memiliki kepentingan kuat pada Pilkada 2024 Pemilihan, baik pemilihan presiden maupun pemilihan kepala daerah, dalam mengisi calon kepala daerah.
*Penulis merupakan Analis Hukum Sekretariat Kabinet RI
AUTHOR
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.