by INBIO
Pandemi COVID-19 masih berlangsung hingga sekarang. Per 9 Agustus 2022, Dashboard COVID-19 WHO mencatat lebih dari 6,4 juta mortalitas, dan lebih dari 580 juta kasus. Banyak di antaranya yang tidak terdokumentasi dengan baik, termasuk juga excess death. Sebagai penyakit baru, sudah jelas bahwa obat belum langsung tersedia pada saat WHO mengumumkan pandemi COVID-19 secara resmi pada Maret 2020. Yang tersedia saat itu adalah obat yang meringankan gejala COVID-19 seperti Dexamethasone untuk anti-peradangan, dan heparin untuk melancarkan peredaran darah. Juga regimen antibiotik yang tersedia untuk menghadapi infeksi sekunder dari bakteri. Karena tidak optimalnya keadaan tersebut, kondisi ini memaksa ilmuwan untuk memutar otak, bagaimana supaya obat antiviral untuk menghentikan infeksi virus SARS-CoV-2 ini dapat dikembangkan dengan tepat waktu, sebelum pandemi menjadi kondisi yang tak dapat dikendalikan.
Jika ingin obat tersedia tepat pada waktunya, salah satu caranya adalah drug repurposing atau penggunaan kembali obat, terutama obat yang sebelumnya digunakan untuk infeksi virus. Beberapa obat yang pada awalnya dipertimbangkan kembali pemakaiannya adalah remdesivir, yang awalnya dikembangkan untuk penyakit hepatitis C; dan molnupiravir, yang awalnya dikembangkan untuk penyakit influenza. Namun, obat tersebut dikembangkan untuk virus yang sangat berbeda dengan SARS-CoV-2. Bagaimana cara membuktikan bahwa obat tersebut bisa digunakan untuk COVID-19?
Ada beberapa tahap yang digunakan untuk pembuktian tersebut, sesuai dengan pipeline pengembangan obat di rumpun ilmu kesehatan. Pertama, tahap in silico di mana dilakukan pengujian terhadap kandidat obat terhadap protein target. Kedua, tahap in vitro di mana dilakukan pengujian terhadap galur sel. Ketiga, tahap in vivo di mana dilakukan pengujian pada hewan uji seperti mencit. Keempat, uji klinis di mana dilakukan pengujian pada manusia. Tahap pertama adalah langkah di mana bioinformatika struktural diterapkan. Sebagai cabang ilmu bioinformatika, bioinformatika struktural mengkaji struktur dan reaktivitas biomolekul seperti asam nukleat dan protein, maupun senyawa yang lebih kecil seperti small organic molecules yang termasuk juga kandidat obat. Rational Drug design adalah salah satu metode bioinformatika struktural untuk menguji repurposed drug tersebut secara in silico. Bioinformatika struktural, sebagai cabang ilmu bioinformatika, merupakan salah satu kajian yang berkembang dari sejak awal ilmu tersebut ada. Bioinformatika struktural termasuk kajian yang membantu pengembangan obat-obat untuk berbagai penyakit, seperti HIV/AIDS dan antibiotik generasi baru. Kemudian, bagaimana bioinformatika struktural dapat mengetahui interaksi kandidat obat dan protein targetnya?
Dari sebelum pandemi COVID-19 diumumkan, ilmuwan China sudah berhasil mengurutkan basa dari virus SARS-CoV-2 varian Wuhan yang ditemukan di kota tersebut. Kemudian, ilmuwan dari negara tersebut juga berhasil mengkristalisasi protein kunci pada SARS-CoV-2, yaitu RdRp yang berfungsi untuk replikasi virus, dan Mpro untuk siklus hidup virus, berhasil diisolasi dan kristalisasi oleh ilmuwan. Strukturnya dapat ditemukan di basis data RCSB. Dari situ, pakar bioinformatika struktural mencoba melakukan pengujian secara in silico terhadap penggunaan kembali obat. Kandidat obat COVID-19 seperti remdesivir dan molnupiravir ditambatkan secara simulasi molekuler ke target protein. Jika ditemukan interaksi yang signifikan secara termodinamis, maka penelitian akan maju ke tahap berikutnya, yaitu tahap in vitro.
Pada akhirnya, setelah pengujian yang ketat dan lolos uji klinis, baik remdesivir dan molnupiravir dinyatakan menjanjikan sebagai obat COVID-19 oleh ilmuwan dan mendapatkan izin pemasaran dari Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat. Bahkan, kedua obat tersebut juga diendorse oleh WHO. Satu hal yang penting diperhatikan bahwa bioinformatika struktural tidak hadir untuk menggantikan penelitian wet lab, namun memberikan arahan dan design untuk aplikasi di laboratorium. Paper yang bisa menjadi rujukan mengenai drug repurposing atau penggunaan kembali obat untuk COVID-19 dapat ditemukan pada sumber pustaka di bawah.
Sumber Pustaka:
Chakraborty, C., Sharma, A. R., Bhattacharya, M., Agoramoorthy, G., & Lee, S. S. (2021). The Drug Repurposing for COVID-19 Clinical Trials Provide Very Effective Therapeutic Combinations: Lessons Learned From Major Clinical Studies. In Frontiers in Pharmacology (Vol. 12, p. 2942). Frontiers Media S.A. https://doi.org/10.3389/fphar.2021.704205
Parikesit, A. A., & Nurdiansyah, R. (2020). Drug Repurposing Option for COVID-19 with Structural Bioinformatics of Chemical Interactions Approach. Cermin Dunia Kedokteran, 47(3), 222–226. https://doi.org/10.5281/zenodo.4460736
AUTHOR
Terima kasih apresiasinya mas dedy. Semoga semua menjadi semakin baik.
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.