Kegiatan mengkonsumsi serangga sebagai makanan sehari – hari bukanlah hal yang baru. Konsumsi serangga sudah dilakukan oleh manusia sejak dari zaman prasejarah. Hingga kini, di berbagai tempat di Benua Asia telah menjadikan serangga sebagai salah satu menu makanan yang biasa dikonsumsi setiap hari. Di wilayah India, serangga sering dijual di pinggir jalan sebagai jajanan.
Bukan hanya sebagai sumber makanan, konsumsi serangga sebagai sumber makanan juga dapat mengatasi masalah kesehatan dan kerusakan lingkungan. Kegiatan produksi serangga sebagai bahan makanan lebih ramah lingkungan daripada produksi makanan yang lain. Sebagai contoh, pada kegiatan peternakan sapi pedaging mempunyai kebutuhan air rata – rata 25 Liter per hari. Jika dibandingkan dengan kebutuhan air pada produksi serangga semisal jangkrik, akan terlihat perbedaan yang sangat mencolok. Disamping itu, waktu pemeliharaan serangga semisal jangkrik terhitung cepat. Rata – rata waktu pemeliharaan yang diperlukan untuk jangkrik berkisar antara 3 – 4 bulan. Waktu pemeliharaan ini terhitung singkat jika diandingkan dengan waktu pemeliharaan sapi pedaging yang berkisar antara 2 – 3 tahun.
Selain memiliki waktu pemeliharaan yang singkat, produksi serangga ternyata lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan produksi hewan ternak yang lain. Hal ini karena pada pemeliharaan serangga tidak menghasilkan gas metana. Sedangkan pada peternakan hewan ternak semisal sapi, jumlah gas metana yang dihasilkan sangat besar. Sebagai contoh, United State Department of Agricultur (USDA) mengatakan bahwa sebagian besar produksi gas methane di Amerika Serikat berasal dari kegiatan peternakan, utamanya sapi. Dari 6,6 miliar metric ton gas methane yang dihasilkan, 37% berasal dari hewan ternak. Hal ini dapat berdampak pada peningkatan suhu rata – rata permukaan bumi, atau dikenal dengan global warming. Hal ini karena gas methane merupakan salah satu gas rumah kaca yang dapat memantulkan panas kembali ke bumi.
Dari segi nilai nutrisi, nilai gizi pada serangga juga tidak kalah jika dibandingkan dengan produk peternakan. Jumlah protein yang ada pada serangga cukup tinggi. Pada serangga semisal jangkrik dan belalang, memiliki nilai protein sebesar 35% – 61%. Nilai lemak yang dikandung dalam serangga berkisar antara 2% - 62%. Meski lemak yang dikandung serangga tidak berbeda jauh dengan lemak yang dikandung dalam lemak hewan dan minyak sayur, serangga mengandung lemak tak jenuh yang lebih tinggi, hingga 75%.
Pada eksoskeleton serangga yang terbuat dari kitin, mengandung serat yang tinggi. Dengan berat eksoskeleton yang menyusun 10% dari total tubuh, mengandung 90% serat yang dapat dicerna oleh manusia. Tingginya kandungan kitin, dapat meningkatkan kesehatan kardiovaskular, respon imun, mencegah kolesterol dan mempercepat proses penyembuhan luka.
Melihat kelebihan yang dimiliki oleh serangga dibandingkan dengan peternakan konvensional, konsumsi serangga seabgai sumber nutrisi menjadi salah satu solusi terhadap kekurangan bahan makanan, terutama sumber protein hewani. Dengan semakin bertambahnya populasi manusia di bumi, maka dibutuhkan sumber makanan yang dapat memenuhi kebutuhan makanan bagi manusia.
Selain itu, berdasarkan studi yang dilakukan, produksi serangga sebagai sumber makanan lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan peternakan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari FCR (Feed Conversion Ratio) , yaitu nilai yang diperlukan hewan untuk menghasilkan daging. Pada pemeliharaan jangkrik, dibutuhkan pakan kurang dari 2 kilogram untuk mengahasilkan 1 kilogram daging. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan ayam yang memerlukan 2,5 kilogram pakan untuk menghasilkan 1 kilogram daging. Sedangkan pada sapi, untuk menghasilkan 1 kilogram daging memerlukan pakan sebanyak 10 kilogram. Didamping nilai FCR, jumlah bagian tubuh yang dapat dikonsumsi juga menjadi pertimbangan. Pada serangga semisal jangkrik, 80% bagian tubuhnya dapat dikonsumi. Sedangkan pada ayam sebesar 55%, dan pada sapi hanya sebesar 40%. Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa mengkonsumsi serangga untuk sumber makanan dapat menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan makanan, maupun terhadap kelestarian lingkungan itu sendiri.
AUTHOR
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.