by INBIO
Kentang (Solanum tuberosum, L.) merupakan komoditas tanaman pangan terpenting ketiga di dunia setelah gandum dan padi yang paling banyak dikonsumsi manusia. Kentang mempunyai jumlah kromosom dasar n=12. Spesies mayoritas berupa diploid (sekitar 73%), kemudian tetraploid (15%), heksaploid (6%), triploid (4%) dan pentaploid (2%) (Kumari et al., 2018). Sementara itu, kentang budidaya biasanya berupa diploid (2n = 2x = 24), triploid (2n = 3x = 36), tetraploid (2n = 4x = 48), atau pentaploid (2n = 5x = 60) (Machida-Hirano, 2015). Seluruh kultivar tingkat lanjut secara kolektif diklasifikasikan dalam satu spesies yaitu Solanum tuberosum L. (Jansky dan Spooner, 2018) dan sebagian besar kultivar kentang adalah auto-tetraploid yang sangat heterozigot dan mengalami depresi silang dalam. Kelebihan sifat auto-tetraploid pada kentang yaitu kentang menjadi adaptif pada berbagai lingkungan dan mempunyai daya hasil yang tinggi pada tingkat interaksi intralokus (dominasi) dan interlokus (epistasis) sehingga dapat diwariskan (Ortiz dan Mihovilovich, 2020). Serta sifat tersebut memiliki kelemahan dalam program pemuliaan kentang yaitu terbentuknya kuadrivalen, trivalen dan univalen saat pembelahan meiosis sehingga meningkatkan sterilitas akibat pasangan kromosom yang tidak seimbang (Suryo, 1995).
Di Indonesia, kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura penting terutama di daerah dataran tinggi (Wattimena et al,. 2003). Produksi kentang di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun sementara tingkat konsumsi kentang meningkat dari tahun 2021 sampai 2022 mencapai 12,28%. Pemenuhan kebutuhan kentang dalam negeri sebagian besar dipenuhi dari impor dengan nilai kenaikan 30,86% (Kementerian Pertanian, 2022). Salah satu penyebab penurunan produktivitas kentang di Indonesia dipengaruhi oleh patogen tanaman yaitu layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum (Gunawan, 2006). R. solanacearum merupakan bakteri gram negatif tular tanah yang menyebabkan penyakit layu pada tanaman kentang. Bakteri tersebut menginfeksi tanaman kentang melalui luka pada akar dan berkoloni pada pembuluh xilem dan menyebar cepat ke bagian atas tanaman kentang melalui jaringan vaskular (Meng, 2013). Tanaman kentang yang terinfeksi menampakkan gejala layu, terlihat garis coklat dan eksudat bakteri yang keluar pada jaringan vaskular batang, dan keluarnya cairan pada cincin vaskular dan menyebabkan umbi membusuk sehingga menurunkan hasil panen kentang (Álvarez et al., 2010).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan produktivitas kentang di Indonesia yaitu menghasilkan varietas kentang yang tahan terhadap penyakit layu bakteri R. solanacearum selain menggunakan benih sehat, rotasi tanaman, aplikasi sanitasi lahan, serta pengaplikasian pengendali kimia dan biologi (Champoiseau et al,. 2009). Perakitan varietas unggul kentang tahan penyakit layu bakteri R. solanacearum telah dilakukan oleh berbagai pihak dengan berbagai baik melalui persilangan konvensional antar varietas komersial ataupun pemanfaatan materi genetik spesies liar, fusi protoplas dan teknik rekayasa genetika (Hosaka dan Sanetomo, 2020). Rendahnya fertilitas yang disebabkan oleh tingkat ploidi dan endosperm balance number (EBN) pembentukan biji dan depresi silang serta pengaplikasian sterilitas, tetraploidi dan heterozigositas yang tinggi menjadi hambatan penggunaan metode pemuliaan konvensional khususnya hibridisasi dan seleksi dalam untuk perbaikan varietas kentang terhadap ketahanan penyakit layu bakteri R. solanacearum (Jansky dan Spooner, 2018). Pemanfaatan hibridisasi somatik melalui fusi protoplas juga mengalami keterbatasan dalam regenerasi dan menghilangkan alel yang tidak diinginkan (Ghislain dan Douches, 2020). Sementara produk rekayasa genetika kentang masih mendapatkan berbagai tantangan dalam pengembangannya terutama dalam proses komersialisasi dan tingkat penerimaan publik yang tidak dapat diprediksi dan cenderung skeptis terhadap produk tersebut yang dianggap berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia (Bahagiawati et al., 2019). Penelitian pengendalian genetik kentang untuk karakter tertentu seperti ketahanan terhadap penyakit layu bakteri R. solanacearum sulit dilakukan karena terdapat pola pewarisan yang rumit dan memerlukan populasi kentang yang besar untuk meningkatkan munculnya sifat yang diinginkan (Muthoni et al., 2020).
Upaya pemuliaan tanaman kentang secara konvensional masih terus dilakukan tetapi mengalami keterbatasan basis genetik tetraploid yang sempit, depresi silang dalam yang cepat dan tingkat penggandaan umbi yang rendah. Sehingga diperlukan metode baru sebagai alternatif dan dapat melengkapi upaya pemuliaan konvensional pada tanaman kentang tetraploid, salah satunya melalui mutagenesis (Elias et al., 2009; Ghislain dan Douches, 2020). Pemuliaan mutasi merupakan salah satu dari tiga pilar pemuliaan tanaman modern selain pemuliaan rekombinan dan pemuliaan transgenik. Mutasi dapat menghasilkan alel baru yang tidak terdapat pada germplasm pool sehingga menciptakan keragaman genetik baru jika sumber daya genetik tidak memiliki karakteristik yang diinginkan dengan tujuan pemuliaan (Shu et al., 2011). Peningkatan keragaman genetik pada berbagai komoditas tanaman dengan menggunakan iradiasi sinar gamma telah dimanfaatkan seperti kedelai, krisan, padi, tebu dan jeruk pamelo. Variasi genetik yang dihasilkan dimanfaatkan untuk menghasilkan varietas-varietas baru dengan sifat tertentu yang lebih baik dari varietas asalnya (Nilahayati et al., 2021; Kato et al., 2020; Andrew-PeterLeon et al., 2021; Suhesti et al., 2021; Mariana et al., 2018). Induksi keragaman genetik pada kentang dilakukan untuk berbagai tujuan seperti memperbanyak produksi mikrotuber, meningkatkan produktivitas, mengatasi cekaman biotik dan abiotik dan meningkatkan kualitas umbi (Bado et al., 2016,; Ibadullah et al., 2018; ELHetawy et al. 2018).
Teknologi yang dapat diterapkan untuk menghasilkan gen baru adalah mutagenesis. Mutagenesis dalam kentang telah digunakan sebagai pendekatan alternatif untuk menghasilkan keanekaragaman nukleotida dan menginduksi sifat-sifat yang bermanfaat dengan menggunakan mutagen kimia dan fisika pada kentang (Zia et al., 2018). Mutasi yang dihasilkan bersifat acak dan tidak spesifik sehingga DNA yang terdampak dapat mencapai ratusan basa dan memengaruhi beberapa gen sehingga induksi mutasi dapat menghasilkan alel baru yang dapat dimanfaatkan untuk merakit varietas baru. Karena mutasi yang sifatnya yang acak dan tidak dapat diprediksi, mutagenesis perlu dilanjutkan dengan proses seleksi terhadap ratusan hingga ribuan mutan untuk mendapatkan mutan dengan sifat yang diinginkan dan mengeliminasi mutan-mutan yang membawa karakter yang tidak diinginkan (Bahagiawati et al., 2019).
Menurut Al-safadi et al. (2000) metode induksi mutasi pada kentang telah digunakan untuk menghasilkan kentang yang tahan terhadap penyakit hawar daun yang disebabkan oleh Phytophtora infestans. Sifat ketahanan dari gen rentan (s-gene) mengalami modifikasi melalui mutasi dengan menggunakan iradiasi sinar gamma memberikan perubahan pasangan basa atau terjadinya insersi dan delesi (indels). Menurut Shu et al. (2011) perubahan pasangan basa tidak selalu memengaruhi produk gen tetapi dapat meningkatkan fungsi produk gen karena perubahan asam amino, pemotongan protein lebih awal, dan perubahan ekspresi gen pada level transkripsi pada daerah exon-intron. Pada beberapa kasus langka, delesi dapat menghasilkan pseudo-wild type alel ketika proses pemulihan kerangka gen karena delesi yang lebih lanjut dan tingkat fenotipe mutasi menjadi dominan.
Ketiadaan sumber gen ketahanan kentang terhadap penyakit layu bakteri R. solanacearum menjadi kendala dalam usaha pemuliaan tanaman kentang, terutama gen ketahanan yang dikodekan oleh gen tunggal yang dominan. Kesulitan proses transfer gen dari seluruh lokus sifat kuantitatif (QTL) yang berasal dari spesies liar bersifat poligenik kepada kultivar target karena keterkaitannya dengan sifat-sifat yang tidak diinginkan termasuk sifat agronomi yang buruk (Muthoni et al., 2020). Sumber gen ketahanan pada gene pool kentang yang berasal dari kerabat liar telah diidentifikasi berupa gen tahan (R-genes). Ketahanan yang berasal dari alel gen rentan (s-genes) belum banyak dipelajari terutama untuk ketahanan kentang terhadap bakteri R.solanacearum.
Ketahanan kentang terhadap R. solanacearum bersifat poligenik dan kuantitatif terdapat pada QTL memberikan ketahanan parsial yang dipengaruhi patogen dan genotipe inang karena gen tahan atau resistant-gene (R-gene) dalam pengendalian ketahanan R. solanacearum mudah patah sehingga dibutuhkan pendekatan lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan ketahanan kentang terhadap bakteri R. Solanacearum. Gen yang dapat dimanfaatkan dalam mengendalikan ketahanan R. solanacearum adalah gen rentan atau susceptible-gene (s-gene). Menurut Gong et al. (2021) asetilasi histon pada ketahanan tanaman terhadap R. solanacearum dengan menghilangkan fungsi gen SlHDA6, SlHDT1, SlHDT2, SlSRT1 and SlSRT2 menyebabkan berkurangnya kejadian penyakit pada kultivar rentan. Penghilangan fungsi (silencing) gen rentan dapat dilakukan dengan metode mutasi buatan menggunakan sinar gamma. Ketahanan yang berasal dari modifikasi gen rentan diharapkan lebih “durable” karena fungsi gen yang hilang menyebabkan R. solanacearum tidak dapat mengenali tanaman sehingga tidak menimbulkan interaksi antara patogen dengan tanaman.
Usaha pemuliaan untuk menghasilkan kentang yang tahan R. solanacearum merupakan strategi terbaik untuk mengendalikan penyakit layu bakteri R. solanacearum. Tetapi, variabilitas genetik patogen yang tinggi menghambat perkembangan kultivar kentang tahan. Ketahanan tanaman terhadap R. solanacearum dikendalikan oleh banyak QTL, dua diantaranya adalah QTL mayor yaitu Bwr-6 dan Bwr-12 (Wang et al. 2013). Lokasi dua QTL merupakan ‘hot-spot’ bagi gen-gen ketahanan penyakit termasuk ketahanan terhadap nematoda dan virus (Kim et al., 2016). Ketahanan tanaman terhadap R. solanacearum bersifat monogenik dikendalikan alel resesif RRS1-R yang berfungsi sebagai gen ketahanan yang dominan. Menurut Zhi et al. (2014) pemanfaatan penanda sequence related amplified polymorphism (SRAP) untuk mendeteksi gen yang terkait dengan ketahanan kentang terhadap layu bakteri R. solanacearum mendapatkan dua penanda SRAP YANG mangapit gen putatif ketahanan yaitu penanda Me2em5 dan Me2em2 yang digunakan dalam seleksi awal populasi BC1 pada persilangan aksesi tahan dan rentan Menurut Chen et al. (2013) penggunaan penanda SSR untuk mendeteksi alel yang berasosiasi dengan gen ketahanan kentang terhadap layu bakteri R. solanacearum pada populasi hibrida somatik antara S. tuberosum x S. chacoense berhasil mengidentifikasi tiga alel pada kromosom 2 dan 9 yang berasosiasi pada sifat ketahanan kentang terhadap layu bakteri R. solanacearum, yaitu STI0002.108, STI0057.195 dan STI0056.173. Menurut Habe dan Miyatake (2022) pengidentifikasian 5 QTL ketahanan kentang yaitu qBWR1 - qBWR5 terdapat pada kromosom 1, 3, 7, 10 dan 11. Masing-masing QTL saling berinteraksi dalam menentukan tingkat ketahanan. Keberadaan alel-alel tahan pada kelima QTL tersebut terbukti meningkatkan ketahanan kentang terhadap bakteri R.solanacearum.
Penelitian ketahanan kentang terhadap penyakit bakteri R.solanacearum seringkali dilakukan berdasarkan fungsi dari gen tahan (R-gene) yang memediasi pengenalan yang spesifik dari patogen kepada inangnya menyebabkan ketahanan yang dimiliki inang cepat patah karena variasi genetik patogen. Modifikasi gen rentan (s-gene) memberikan alternatif dengan menyediakan ketahanan resesif yang diharapkan dapat lebih tahan lama karena rentang patogen lebih luas (Garcia-Ruiz et al. 2021). Menurut Gong et al. (2021) kelompok gen histone deacetylases (HDACs) berperan pada ketahanan tanaman terhadap bakteri R.solanacearum. HDACs adalah gen represi yang berperan penting dalam ketahanan tanaman terhadap patogen melalui sinyal asam jasmonik, etilen dan asam salisilat. Menurut Garcia-Ruiz et al. (2021) penggunaan media virus (Virusinduced Gene Silencing/VIGS) untuk menghilangkan fungsi gen SlHDA6, SlHDT1, SlHDT2, SlSRT1 and SlSRT2 menyebabkan menurunnya indeks kejadian penyakit sampai dengan 50% pada tanaman rentan. Hal tersebut membuktikan bahwa susceptible gene (s-gene) berperan dalam peningkatan ketahanan kentang terhadap patogen. Peningkatan ketahanan terhadap penyakit embun tepung (powdery mildew) melalui penghilangan fungsi gen rentan Mlo juga telah diaplikasikan pada berbagai tanaman.
Menurut Sun et al. (2022) pendekatan RNAi dapat digunakan untuk menghilangkan fungsi gen rentan pada kentang sehingga menghasilkan ketahanan kentang terhadap Phytophtora infestans penyebab penyakit hawar daun. Tanaman kentang yang telah ditransformasi dan dimodifikasi dengan 5 gen rentan tidak memperlihatkan gejala hawar daun. Gen-gen rentan yang dihilangkan fungsinya tersebut adalah StCESA3, StDMR1, StDMR6, StDND1, StSR4. Beberapa gen rentan telah diidentifikasi melalui P. infestans efektor. Menurut Demirjian et al. (2022) gen rentan pada Arabidopsis thalia menghasilkan 3 kandidat gen rentan (RKL1, RACK1B, and PEX3) yang diduga mempengaruhi mekanisme ketahanan tanaman terhadap R.solanacearum.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Safadi, B., Z. Ayyoubi and D. Jawdat. 2000. The effect of gamma irradiation on potato microtuber production in vitro. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 61:183–187.
Alvarez, B., E.G. Biosca and M.M. Lopez. 2010. On the life of Ralstonia solanacearum, a destructive bacterial plant pathogen. In : Mendez-Vilas A. Editor. Current Research, Technology and Education Topics in Applied Microbiology and Microbial Biotechnology. Formatex. 267-279 p.
Andrew-Peter-Leon, M.T., S. Ramchander., K.K. Kumar., M. Muthamilarasan., M.A. Pillai. 2021. Assessment of efficacy of mutagenesis of gamma-irradiation in plant height and days to maturity through expression analysis in rice. PloS One. 16(1 January). doi:10.1371/journal.pone.0245603.
Bado, S., M. Laimer., N. Gueye., N.F. Deme., E. Sapey., A.M.A. Ghanim, V.C. Blok and B.P. Forster. 2016. Micro-tuber production in diploid and tetraploid potato after gamma irradiation of in vitro cuttings for mutation induction. American Journal of Plant Sciences. 7:1871-1887.
Bahagiawati., D. Satyawan dan T.J. Santoso. 2019. Tanaman hasil genome editing dan tantangan pengaturan keamanannya di Indonesia. Jurnal AgroBiogen. 15(2):93–106.
Champoiseau, P.G., J.B. Jones and C. Allen. 2009. Ralstonia solanacearum Race 3 Biovar 2 causes tropical losses and temperate anxieties. Plant Health Prog. 10(1). doi:10.1094/php-2009-0313-01-rv.
Chen, L., X. Guo., C. Xie., L. He, X. Cai., L. Tian, B. Song and J. Liu. 2013. Nuclear and cytoplasmic genome components of Solanum tuberosum + S. chacoense somatic hybrids and three SSR alleles related to bacterial wilt resistance. Theoretical and Applied Genetics. 126(7):1861–1872. doi:10.1007/s00122013-2098-5.
Demirjian, C., N. Razavi., H. Desaint., F. Lonjon., S. Genin., F. Roux., R. Berthomé and F. Vailleau. 2022. Study of natural diversity in response to a key pathogenicity regulator of Ralstonia solanacearum reveals new susceptibility genes in Arabidopsis thaliana. Mol Plant Pathol. 23(3):321–338. doi:10.1111/mpp.13135.
ElHetawy, D.Y.M., M.S.A. El-Sabour, M.H. Refaat and T.M. Salim. 2018. In vitro, induction of salt tolerant potato (Solanum tuberosum L.) plants with gamma irradiation and characterization of genetic variations through SDS-PAGE and ISSR-PCR analysis. Di dalam: 4thInternational Conference on Biotechnology Applications in Agriculture (ICBAA). Vol. 56. Egypts Presidential Specialized Council for Education and Scientific Research. hlm. 167–176.
Elias, R., B.J. Till., C. Mba and B. Al-Safadi. 2009. Optimizing tilling and ecotilling techniques for potato (Solanum tuberosum L). BMC Res Notes. 2. doi:10.1186/1756-0500-2-141.
Garcia-Ruiz, H., B. Szurek., G. van den Ackerveken., G. Van den Ackerveken., E. Robert Schuurink and H. Bouwmeester. 2021. Stop helping pathogens: engineering plant susceptibility genes for durable resistance. Curr Opin Biotechnol. 70:187–195. doi:10.1016/j.copbio.2021.05.005ï.
Ghislain, M and D.S. Douches. 2020. The Genes and Genomes of the Potato. Di dalam: Campos H, Ortiz O, editor. The Potato Crop. Cham: Springer International Publishing. hlm. 139–162.
Gong, C., H. Su., Z. Li, P. Mai, B. Sun., Z. Li., Z. Heng., X. Xu., S. Yang and T. Li. 2021. Involvement of histone acetylation in tomato resistance to Ralstonia solanacearum. Sci Hortic. 285. doi:10.1016/j.scienta.2021.110163.
Gunawan, O.S. 2006. Virulensi dan ras Ralstonia solanacearum pada pertanaman kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Jurnal Hortikultura. 16(3):211–218.
Habe, I and K. Miyatake. 2022. Identification and characterization of resistance quantitative trait loci against bacterial wilt caused by the Ralstonia solanacearum species complex in potato. Molecular Breeding. 42(9). doi:10.1007/s11032-022-01321-9.
Hosaka, K and R. Sanetomo. 2020. Broadening genetic diversity of the japanese potato gene pool. American Journal of Potato Research. 97(2):127–142. doi:10.1007/s12230-020-09762-8.
Ibadullah, M., I.A. Astarini and E. Kriswiyanti. 2018. Increase variation on potato ‘granola’ using gamma ray irradiation. International Journal of Biosciences and Biotechnology. 6(1):44-50. doi:10.24843/ijbb.2018.v06.i01.p05.
Jansky, S.H and D.M. Spooner. 2018. The evolution of potato breeding. Di dalam: Plant Breeding Reviews. Vol. 41. wiley. hlm. 169–214.
Kato, H., F. Li and A. Shimizu A. 2020. The selection of gamma-ray irradiated higher yield rice mutants by directed evolution method. Plants. 9(8):1–16. doi:10.3390/plants9081004.
Kim, S.G., O.S. Hur, NY. Ro., H.C. Ko., J.H. Rhee, J.S. Sung, K.Y. Ryu, S.Y. Lee and H.J. Baek. 2016. Evaluation of resistance to Ralstonia solanacearum in tomato genetic resources at seedling stage. Plant Pathol J (Faisalabad). 32(1):58–64. doi:10.5423/PPJ.NT.06.2015.0121.
Kumari, M., M. Kumar and S.S. Solankey. 2018. Breeding potato for quality improvement. Di dalam: Potato - From Incas to All Over the World. InTech.
Mariana, B.D, H. Arisah., Yenni and M. Selvawajayanti. 2018. Seedless fruit pummelo induced by gamma ray irradiation: Fruit morphological characters and stability evaluation. Biodiversitas. 19(2):626–631. doi:10.13057/biodiv/d190244.
Meng, F. 2013. The virulence factors of the bacterial wilt pathogen Ralstonia solanacearum. J Plant Pathol Microbiol. 04(03). doi:10.4172/21577471.1000168.
Muthoni, J., H. Shimelis and R. Melis. 2020. Conventional breeding of potatoes for resistance to bacterial wilt (Ralstonia solanacearum): Any light in the horizon? Aust J Crop Sci. 14(3):485–494. doi:10.21475/ajcs.20.14.03.p2144.
Nilahayati., D.S. Hanafiah dan Rosmaina. 2021. Germination and seedling growth of Kipas Putih soybean (Glycine max [L.] Merril) in various dosage of gamma rays irradiation. Di dalam: IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. Vol. 637. IOP Publishing Ltd.
Ortiz, R and E. Mihovilovich. 2020. Genetics and Cytogenetics of the Potato. Di dalam: The Potato Crop. Cham: Springer International Publishing. hlm. 219–247.
Shu, Q.Y., B.P. Forster and H. Nakagawa. 2011. Principles and application of plant mutation breeding. Di dalam: Plant Mutation Breeding and Biotechnology. Austria: IAEA-FAO. hlm. 301–325.
Suhesti, S., M. Syukur., A. Husni and R.S. Hartati. 2021. Increased genetic variability of sugarcane through gamma ray irradiation. Di dalam: IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. Vol. 653. IOP Publishing Ltd.
Suryo. 1995. Sitogenetika. Yogyakarta: UGM Press.
Wang, J.F., F.I. Ho., H.T.H. Truong., S.M. Huang., C.H. Balatero., V. Dittapongpitch and N. Hidayati. 2013. Identification of major QTLs associated with stable resistance of tomato cultivar “Hawaii 7996” to Ralstonia solanacearum. Euphytica. 190(2):241–252. doi:10.1007/s10681-012-0830-x.
Wattimena, G.A., A. Purwito and N.A. Mattjik. 2003. Research progress in potato propagation and breeding at Bogor Agricultural University. Di dalam: Fuglie K, editor. Progress in Potato and Sweetpotato Research in Indonesia. Proceedings of the CIP-Indonesia Research Review Workshop. Bogor: CIP. hlm. 28–43.
Zhi, Y., H. Li., H. Zhang and G. Gang. 2014. Identification and utility of sequence related amplified polymorphism (SRAP) markers linked to bacterial wilt resistance genes in potato. Afr J Biotechnol. 13(12):1314–1322. doi:10.5897/ajb2013.13021.
Zia, M.A.B., A. Bakhsh and M.E. Çaliskan. 2018. Mutation breeding in potato; endeavors and challenges. The Journal of Animal & Plant Sciences. 28(1):177-186.
AUTHOR
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.