by INBIO

"Connecting The Dots of Sciences"

Trending

Sri Endng Purnami                 
1604 0 2
Sosial dan Bisnis April 4 9 Min Read

SOLUSI TEPAT AGAR MASYARAKAT ADAT TIDAK KELAPARAN DI ERA MILENIAL




 

Masyarakat adat merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut sekelompok orang yang menempati wilayah geografis tertentu, di mana ketika etnis yang berbeda datang mereka tetap memegang teguh  serta mempertahankan budaya serta adat istiadat yang diwariskan oleh leluhurnya. Kurang lebih 6 persen penduduk dunia (sekitar 476 juta) adalah masyarakat adat. Mereka tinggal secara turun temurun di wilayah  yang dijaganya dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan pola budaya, sosial dan sistem hukum mereka sendiri. Meskipun penyumbang emisi karbon terkecil, ironisnya masyarakat adat termasuk kelompok yang pertama mengalami dampak langsung perubahan iklim. Pola hidup masyarakat adat diakui atau tidak telah memiliki andil besar dalam menyelamatkan bumi. Tidak kurang dari 24% dari total karbon yang terkandung di hutan tropis dilindungi oleh masyarakat adat serta 80% spesies yang ada di bumi terlindungi oleh mereka.

Salah satu keunikan masyarakat adat adalah pola makan tradisional yang diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya. Mereka menyadari bahwa penggunaan bahan pangan tradisional selain untuk melestarikan budaya juga dapat memberikan manfaat kesehatan. Terdapat banyak jenis tumbuhan yang mereka konsumsi seperti daun-daunan dan umbi dari kelompok discorea (uwi). Kebiasaan makan masyarakat adat sangat berkorelasi terhadap pelestarian keanekaragaman hayati, terdapat ratusan spesies tumbuhan yang menjadi bahan pangan tradisional tetap terjaga kelestariannya. 

Pengetahuan dan  kebiasaan mengkonsumsi pangan tradisional menjadikan masyarakat adat memiliki ketahanan pangan yang baik dari waktu ke waktu. Namun pada beberapa dekade terakhir mereka mulai kehilangan akses terhadap sumber makanan karena kehilangan lahan akibat modernisasi, perkembangan wilyah perkotaan, perubahan iklim serta terjadinya pergeseran pola makan masyarakat adat terutama pada generasi mudanya.  Data terbaru menunjukkan bahwa masyarakat adat menyumbangkan angka kemiskinan secara global sebesar 15% serta munculnya penyakit kronis seperti obesitas dan diabetes sebagai akibat pola makan yang buruk. Salah satu faktor penyebab terjadinya kekurangan pangan pada masyarakat adat yang harus segera diatasi adalah  terputusnya pengetahuan tentang bahan pangan tradisional dari satu generasi ke generasi berikutnya akibat kehilangan sumber daya manusianya.

Hasil penelitian Sidiq et al., (2022) menunjukkan bahwa telah terjadi kekurangan gizi pada anak-anak serta kekurangan zat gizi mikro meskipun di wilayahnya memiliki sumber daya yang melimpah. Disebutkan pula bahwa adanya penyakit  dan wabah seperti covid 19  dapat membatasi transmisi pengetahuan pertanian serta praktik ketahanan pangan kepada generasi berikutnya, ketika pemilik pengetahuan tersebut meninggal dunia. Kekurangan informasi membuat generasi mudanya  mulai bergantung pada makanan olahan dan perlahan-lahan meninggalkan pola makan tradisional  yang dianggap tidak modern serta identik dengan makanan orang miskin. Sehingga diperlukan kerjasama yang baik antara masyarakat dengan pemerintah setempat maupun lembaga terkait  untuk memastikan pengetahuan tentang pola makanan tradisional baik cara bercocok tanam hingga penyajian selalu dapat diakses dari generasi ke generasi. Pendidikan tentang sistem pangan tradisional harus terus diajarkan pada generasi muda agar mereka menyadari betapa pentinganya mengkonsumsi pangan tradisional bagi kehidupan mereka. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengakui dan  memaksimalkan peran perempuan sebagai sumber informasi bagi anak-anaknya dalam keluarga,  tentang bagaimana mengupayakan, menyajikan dan mengambil manfaat dari bahan pangan tradisional. Hal tersebut bisa menjadi solusi yang mudah dan murah untuk mengatasi masalah keterbatasan akses pengetahuan oleh generasi muda.

Pola makan tradisional masyarakat adat memiliki kontribusi yang besar terhadap pelestarian keanekeragaman hayati. Selain itu bercocok tanam bahan pangan tradisional seperti umbi-umbian lebih ramah lingkungan dan meminimalisir pencemaran oleh pupuk serta pestisida. Sehingga penerapan pola makan tradisional perlu dijaga secara berkesinambungan tidak hanya untuk masyarakat adat tetapi juga baik bagi masyarakat secara keseluruhan untuk meningkatkan ketahanan pangan, melestarikan ekosistem dan pemanfaatan secara berkelanjutan (sustainable use).

 

Referensi: https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/978/1/012001 

 


AUTHOR

Bagikan ini ke sosial media anda

(0) Komentar

Berikan Komentarmu

Tentang Generasi Peneliti

GenerasiPeneliti.id merupakan media online yang betujuan menyebarkan berita baik seputar akademik, acara akademik, informasi sains terkini, dan opini para akademisi. Platform media online dikelola secara sukarela (volunteers) oleh para dewan editor dan kontributor (penulis) dari berbagai kalangan akademisi junior hingga senior. Generasipeneliti.id dinaungi oleh Lembaga non-profit Bioinformatics Research Center (BRC-INBIO) http://brc.inbio-indonesia.org dan berkomitmen untuk menjadikan platform media online untuk semua peneliti di Indonesia.


Our Social Media

Hubungi Kami


WhatsApp: +62 895-3874-55100
Email: layanan.generasipeneliti@gmail.com

Kami menerima Kerjasama dengan semua pihak yang terkait dunia akademik atau perguruan tinggi.











Flag Counter

© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.