by INBIO
Sejarah
Candi Borobudur dibangun secara bertahap oleh tenaga kerja sukarela yang bergotong royong demi kebaktian ajaran agama pada masa Dinasti Syailendra antara tahun 780-840 M. Peninggalan bersejarah tersebut dahulu dibangun untuk dijadikan sebagai tempat pemujaan Budha dan tempat ziarah. Pada candi Borobudur terdapat petunjuk agar manusia menjauhkan diri dari nafsu dunia dan menuju pencerahan dan kebijaksanaan menurut Buddha. Sir Thomas Stanford Raffles bersama dengan pasukan Inggrisnya berhasil menemukan peninggalan bersejarah ini pada tahun 1814. Kemudian Area candi berhasil dibersihkan seluruhnya pada tahun 1835.
Pendapat lain menyebutkan bahwa pembangunan Candi Borobudur bukan hanya memiliki latar belakang agama Buddha, tetapi juga dipengaruhi konsep pemujaan leluhur yang diwujudkan dalam bentuk bangunan berteras seperti konsep bangunan pemujaan leluhur dari Jaman Prasejarah. Dengan demikian, Borobudur merupakan sebuah bukti paduan antara religi Murba dan Budhisma. Sehingga beberapa persepsi tersebut telah mencetuskan keragaman fungsi Borobudur, mulai dari fungsinya sebagai monumen untuk memuliakan leluhur para pendiri kerajaan Syailendra, sebagai gambaran gunung kosmis, sebagai mandala, sebagai tuntutan mencapai ke-budha-an (dasa bodhisatwabhumi), dan sebagai stupa besar (Tanudirjo, 2007).
Struktur bangunan ini berbentuk kotak dengan empat pintu masuk dan titik pusat berbentuk lingkaran. Jika dilihat dari luar hingga ke dalam terbagi menjadi dua bagian yaitu alam dunia yang terbagi menjadi tiga zona di bagian luar, dan alam Nirwana di bagian pusat. Tiga zona yang dimaksud tersebut merupakan zona 1 (Kamadhatu), zona 2 (Rupadhatu), dan zona 3 (Arupadhatu).
Zona 1 (Kamadhatu) : alam dunia yang terlihat dan sedang dialami oleh manusia sekarang.
Kamadhatu terdiri dari 160 relief yang menjelaskan Karmawibhangga Sutra, yaitu hukum sebab akibat. Menggambarkan mengenai sifat dan nafsu manusia, seperti merampok, membunuh, memperkosa, penyiksaan, dan fitnah.
Tudung penutup pada bagian dasar telah dibuka secara permanen agar pengunjung dapat melihat relief yang tersembunyi di bagian bawah. Pengunjung dapat melihat koleksi 160 foto relief di Museum Candi Borobudur yang terdapat di Borobudur Archaeological Park.
Zona 2 (Rupadhatu) : alam peralihan, dimana manusia telah dibebaskan dari urusan dunia.
Rapadhatu terdiri dari galeri ukiran relief batu dan patung buddha. Secara keseluruhan ada 328 patung Buddha yang juga memiliki hiasan relief pada ukirannya. Menurut manuskrip Sansekerta pada bagian ini terdiri dari 1300 relief yang berupa Gandhawyuha, Lalitawistara, Jataka dan Awadana. Seluruhnya membentang sejauh 2,5 km dengan 1212 panel.
Zona 3 (Arupadhatu) : alam tertinggi, rumah Tuhan.
Tiga serambi berbentuk lingkaran mengarah ke kubah di bagian pusat atau stupa yang menggambarkan kebangkitan dari dunia. Pada bagian ini tidak ada ornamen maupun hiasan, yang berarti menggambarkan kemurnian tertinggi.
Serambi pada bagian ini terdiri dari stupa berbentuk lingkaran yang berlubang, lonceng terbalik, berisi patung Buddha yang mengarah ke bagian luar candi. Keseluruhannya ada 72 stupa. Stupa terbesar yang berada di tengah tidak setinggi versi aslinya yang memiliki tinggi 42m diatas tanah dengan diameter 9.9m. Berbeda dengan stupa yang mengelilinginya yaitu stupa pusat kosong dan menimbulkan perdebatan bahwa sebenarnya terdapat isi namun juga ada yang berpendapat bahwa stupa tersebut memang kosong.
Relief
Pada candi Borobudur terdapat total 504 Buddha dengan sikap meditasi dan enam posisi tangan yang berbeda di sepanjang candi.
Salah satu relief candi Borobudur
(Sumber : Nicholas Ryan Aditya/ Kompas.com)
Koridor Candi
Saat proses restorasi yang dilakukan pada awal abad ke 20, ditemukan dua candi yang lebih kecil yang letaknya tidak begitu jauh dari candi Borobudur, yaitu Candi Pawon dan Candi Mendut. Candi Pawon berada 1.15 km dari Borobudur, sedangkan Candi Mendut berada 3 km dari Candi Borobudur. Ada kepercayaan yang beranggapan bahwa antara ketiga candi tersebut memiliki hubungan keagamaan namun masih belum diketahui secara pasti proses ritualnya. Ketiga candi tersebut membentuk rute untuk Festival Hari Waisak yag digelar tiap tahun saat bulan purnama pada Bulan April atau Mei. Festival tersebut sebagai peringatan atas lahir dan meninggalnya, serta pencerahan yang diberikan oleh Buddha Gautama.
Sumber : cagarbudaya.kemendikbud.co.id ; borobudurpark.com
Sumber gambar : Kompas.com
AUTHOR
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.