by INBIO

"Connecting The Dots of Sciences"

Trending

Rezekinta Syahputra Sembiring                 
929 1 1
Opini Akademisi June 16 9 Min Read

MENGENAL TALASEMIA




MENGENAL TALASEMIA

dr. Iffa Mutmainah, M.Si.Med

Dosen Fakultas Kedokteran IPB Univesity

 

Siang itu, seorang ibu hamil memasuki ruang praktek, membawa surat rujukan pemeriksaan lanjutan dari dokter spesialis kebidanan dan kandungan. Dari pertanyaan terarah (anamnesis) diketahui ibu tersebut memiliki dua anak yang mendapatkan tranfusi darah merah rutin. Kedatangannya siang itu adalah untuk memeriksakan apakah janin yang dikandungnya akan memiliki kondisi yang sama dengan kedua kakaknya.

***

Pada tahun 1925, Cooley dan Lee, dokter yang ahli dalam menangani kelainan darah (hematologi) pada anak, mendapati sejumlah anak dengan kadar sel darah merah yang sangat rendah (anemia berat) disertai dengan keterlambatan pertumbuhan, perut membuncit, dan dapat menyebabkan kematian. Kondisi tersebut dinamakan Cooley's anemia sesuai dengan nama dokter yang menanganinya. Kemudian tahun 1936, dikenalkan istilah Talasemia untuk kondisi tersebut.

Talasemia berasal dari bahasa yunani "thalassa" yang berarti laut karena kondisi tersebut pertama kali dilaporkan pada populasi yang tinggal di dekat Laut Mediterania/Laut Tengah. Meskipun demikian, Talasemia dapat ditemukan diberbagai belahan dunia karena terjadinya migrasi penduduk khususnya pada wilayah yang disebut “Sabuk Talasemia” termasuk Indonesia yang berada di dalamnya. Talasemia memiliki gambaran klinis yang luas, dari ringan (Talasemia Minor) hingga berat (Talasemia Mayor) yang memerlukan transfusi rutin. Diantaranya terdapat Talasemia Intermedia dengan gambaran klinis yang lebih ringan dari Talasemia Mayor dan kebutuhan transfusi yang tidak rutin.

Pada Talasemia, hemoglobin (Hb) memiliki struktur yang tidak normal. Hemoglobin merupakan protein yang terdapat dalam sel darah merah, berfungsi untuk mengantarkan oksigen ke jaringan serta mengembalikan karbondioksida dari jaringan ke paru. Normalnya, sel darah merah beredar dalam sirkulasi sekitar 120 hari. Tetapi, sel darah merah dengan hemoglobin yang tidak normal akan dihancurkan oleh tubuh sebelum waktunya, sehingga pasien Talasemia tampak pucat akibat turunnya kadar hemoglobin (anemia). Sebagai kompensasi kehilangan darah tersebut menyebabkan tulang, organ tempat produksi sel darah merah baru, akan segera membuat sel darah merah meskipun pada akhirnya sel darah merah yang menggantikan tersebut akan kembali dihancurkan oleh tubuh sebelum waktunya karena membawa struktur hemoglobin yang tidak normal. Hal tersebut membuat tulang mengalami perubahan stuktur dan organ limpa yang berfungsi menghancurkan sel darah merah menjadi membesar karena berkerja demikian aktif. Perubahan strukur tulang terutama pada tulang wajah disebut dengan Facies Cooley, sedangkan limpa yang membesar, membuat perut pasien talasemia tampak membuncit (Gambar 1)

Gambar 1. Perbandingan Sel Darah Normal dengan Sel Darah Talasemia

Hemoglobin juga yang membuat darah berwarna merah. Strukturnya terdiri dari heme dan globin. Heme berasal dari interaksi molekul dalam tubuh, kemudian mengikat zat besi yang didapat dari makanan. Sedangkan globin adalah protein yang terdiri dari rantai alfa dan rantai non-alfa. Pada struktur molekul globin yang normal, setiap 2 rantai globin alfa akan berpasangan dengan 2 rantai globin non-alfa. Apabila molekul globin telah terbentuk, akan mengikat heme dan terbentuklah hemoglobin yang baru.

Sejak dalam kandungan, berbagai rantai hemoglobin saling berinteraksi. Pada saat bayi lahir hingga dewasa, rantai hemoglobin digantikan oleh hemoglobin dewasa yang terdiri dari rantai globin alfa dan rantai globin non-alfa yang dominan adalah beta. Sementara itu, rantai globin lainnya yaitu gamma dan delta ada dalam jumlah yang jauh lebih sedikit. Rantai alfa yang berikatan dengan rantai beta, rantai gamma, dan rantai delta secara berurutan dinamakan HbA, HbF, dan HbA2. Analisis hemoglobin dengan melihat komponen-komponen tersebut disertai pemeriksaan darah dan gambaran darah tepi menjadi penunjang dalam mendiagnosis Talasemia (Gambar 2). Protein globin disintesis oleh gen yang terdapat dalam DNA manusia. Pada Talasemia, terjadi penurunan sintesis rantai globin atau bahkan tidak disintesis, tergantung kelainan (mutasi) pada gennya. Bila terdapat gangguan sintesis rantai globin alfa, akan menjadi Talasemia Alfa sedangkan bila pada rantai beta, menjadi Talasemia Beta.

Gambar 2. Struktur Hemaglobin 

Selain disebabkan oleh kelainan genetik, Talasemia juga kondisi yang diturunkan. Oleh karena itu, seorang ataupun kedua orangtua merupakan carrier/pembawa sifat Talasemia (Talasemia Minor). Pada Talasemia Minor/pembawa sifat Talasemia, umumnya tidak bergejala. Namun demikian, bila dilakukan pemeriksaan darah akan didapati gambaran sel darah merah yang lebih pucat dibanding sel darah merah yang normal, serta dapat ditemukan kelainan bentuk sel darah merah. Selain itu, kadar hemoglobin dan volume sel darah merah umumnya berada pada batas bawah nilai normal atau pun rendah.

Terdapat empat salinan gen alfa yang bila seluruhnya tidak disintesis akan menyebabkan Talasemia Alfa Mayor. Kondisi tersebut umumnya berakibat fatal sejak dalam kandungan. Janin dengan Talasemia Alfa Mayor akan mengalami penumpukan cairan di jaringan maupun organ akibat anemia berat yang dideritanya (Hydrops Fetalis) sehingga, umumnya janin tidak dapat hidup diluar kandungan. Bila terdapat satu atau lebih salinan gen alfa, memiliki berbagai gambaran klinis dan derajat keparahan yang berbeda antar individu. Beberapa tidak terdapat gejala klinis dan baru diketahui saat melakukan pemeriksaan laboratorium.

Berbeda dengan gen alfa, terdapat dua salinan gen beta pada manusia. Didalam kandungan, peran rantai globin beta dilakukan oleh rantai globin gamma. Oleh karena itu, umumnya bila rantai globin beta tidak disintesis, gejala klinis akan muncul di usia 3-6 bulan saat kadar rantai globin gamma mulai menurun. Gambaran klinis pada Talasemia Beta juga bervariasi. Pada Talasemia Beta Minor dapat tidak bergejala dan baru diketahui saat melakukan pemeriksaan laboratorium.

Meskipun penegakkan diagnosis Talasemia dapat melalui pemeriksaan laboratorium sederhana, analisis DNA diperlukan untuk mengetahui jenis kelainan (mutasi) pada gen alfa maupun beta. Namun demikian, di Indonesia, pemeriksaan analisis DNA masih belum tersedia secara luas. Penelitian terkait pengobatan Talasemia juga terus dilakukan terutama untuk Talasemia Beta yang memerlukan transfusi rutin. Pada kondisi tersebut, individu perlu diperiksa secara berkala terkait komplikasi Talasemia yang dideritanya maupun terkait efek dari transfusi yaitu penumpukan zat besi pada organ hati, limpa, jantung, maupun organ lainnya. Adanya terapi genetik diharapkan dapat menggantikan fungsi salinan gen yang mengalami kelainan (mutasi).

Selain itu, Talasemia juga dapat dicegah dengan melakukan skrining, sehingga dapat diketahui status Talasemianya. Pembawa sifat/carrier/ Talasemia Minor dapat mencegah terjadinya Talsemia dengan menghindari pernikahan antar sesama pembawa sifat Talasemia. Bila dua orang pembawa sifat Talasemia Beta minor memiliki anak, kemungkinan sekitar 25% dari janin yang dikandungnya akan mengalami Talasemia Beta Mayor. Sedangkan bila pembawa sifat Talasemia Beta Minor menikah dengan individu tanpa Talasemia, maka kemungkinan sekitar 50% janin yang dikandungnya akan tanpa Talasemia dan 50% lainnya adalah pembawa sifat Talasemia. Sedangkan bila individu dengan Talasemia Beta Mayor menikah dengan individu tanpa Talasemia, maka kemungkinan semua anaknya adalah pembawa sifat Talasemia. Pada Talasemia Alfa, perhitungan risiko terjadinya Talasemia lebih kompleks tergantung berapa salinan gen alfa yang dimiliki individu tersebut. Skrining Talasemia bukan saja penting sebagai deteksi dini untuk mencegah terjadinya Talasemia, tetapi juga untuk edukasi serta penanganan yang lebih baik (Gambar 3).

Gambar 3. Mekanisme Penurunan Penyakit Talasemia

“Memberdayakan Hidup, Mendorong Kemajuan: Pengobatan Talasemia yang Adil dan Aksesibel untuk Semuanya.” merupakan tema nasional peringatan hari Talasemia di tahun ini. Di Indonesia, pengobatan Talasemia yaitu transfusi darah tersedia. Namun demikan, pemberian transfusi darah memerlukan sistem (hemovigilance) untuk membantu tata laksana terjadinya reaksi/efek transfusi. Selain itu, diperlukan pula kepatuhan pasien menggunakan kelasi besi untuk mencegah terjadinya penumpukan zat besi pada organ. Kepatuhan pasien merupakan salah satu komponen penting dalam pengobatan, termasuk pada kondisi yang memerlukan terapi jangka panjang. Organisasi kesehatan dunia (World Health Organization, WHO) menyebutkan terdapat lima dimensi yang saling berinteraksi dalam kepatuhan pengobatan yaitu faktor pasien, terapi, kondisi, tim dan sistem kesehatan, serta sosial ekonomi.

Sinergisitas antara akademisi dalam pemberian edukasi maupun penelitian, pemerintah dalam mengatur regulasi, serta masyarakat dalam membantu peningkatan kepedulian terhadap Talasemia tentu perlu terus diupayakan untuk memberdayakan hidup dan mendorong kemajuan hingga pengobatan Talasemia yang adil dan aksesibel dapat tercapai, begitu pun skrining Talasemia sebagai upaya deteksi dini dalam mencegah terjadinya Talasemia.

 

Referensi:

  1. Marengo-Rowe AJ. The thalassemias and related disorders. Proc (Bayl Univ Med Cent). 2007 Jan;20(1):27-31.
  2. Bajwa H, Basit H. Thalassemia. [Updated 2023 Aug 8]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545151
  3. WHO. Adherence to long-term therapies. Evidence for Action. (2003). Available online at: https://iris.who.int/handle/10665/42682
  4. Temu Media Hari Talasemia Sedunia. Available online at: https://p2ptm.kemkes.go.id/video-p2ptm/temu-media-hari-talasemia-sedunia

Editor:     Rezekinta Syahputra Sembiring                 

AUTHOR

Bagikan ini ke sosial media anda

(1) Komentar

Image
MichaelEmber 18 January 2025

Sur bedandbamboo.fr vous beneficiez de des options de personnalisation et un eventail de choix de salles de videoconference. Seulement ici vous obtiendrez la possibilite beneficier de discussions video captivantes. Inscrivez-vous sur notre site et commencez votre experience Coco chat deja en ce moment ! [url=https://bedandbamboo.fr/]Coco chat[/url], [url=https://bedandbamboo.fr/en/]Chatrandom[/url], [url=https://bedandbamboo.fr/de/]Chatrandom[/url], [url=https://bedandbamboo.fr/nl/]Chatrandom[/url] [url=https://bedandbamboo.fr/nettchat/]nettchat[/url], [url=https://bedandbamboo.fr/monkey/]Monkey[/url], [url=https://bedandbamboo.fr/de/omegle-alternativen/]omegle-alternativen[/url], [url=https://bedandbamboo.fr/en/omegle-alternativen/]omegle-alternativen[/url], [url=https://bedandbamboo.fr/nl/chillplanet/]chillplanet[/url], [url=https://bedandbamboo.fr/nl/chatplaza/]chatplaza[/url] 2025 Coco chat Chatrandom Chatrandom Chatrandom nettchat monkey omegle-alternativen omegle-alternatives chillplanet chatplaza

Bagikan   

Berikan Komentarmu

Tentang Generasi Peneliti

GenerasiPeneliti.id merupakan media online yang betujuan menyebarkan berita baik seputar akademik, acara akademik, informasi sains terkini, dan opini para akademisi. Platform media online dikelola secara sukarela (volunteers) oleh para dewan editor dan kontributor (penulis) dari berbagai kalangan akademisi junior hingga senior. Generasipeneliti.id dinaungi oleh Lembaga non-profit Bioinformatics Research Center (BRC-INBIO) http://brc.inbio-indonesia.org dan berkomitmen untuk menjadikan platform media online untuk semua peneliti di Indonesia.


Our Social Media

Hubungi Kami


WhatsApp: +62 895-3874-55100
Email: layanan.generasipeneliti@gmail.com

Kami menerima Kerjasama dengan semua pihak yang terkait dunia akademik atau perguruan tinggi.











Flag Counter

© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.