by INBIO

"Connecting The Dots of Sciences"

Trending

Raden Muhammad Minanur Rohman Al Mubarok                 
5767 0 1
Sains dan Teknologi August 28 6 Min Read

Bukan karena tak Bisa. Ini Alasan Indonesia Masih Impor Gandum




Sejak dimulai pada 24 Februari 2022, perang antara Rusia dan Ukraian telah memberikan dampak yang besar bagi keberlangsungan kehidupan di berbagai negara. Perang antara Rusia dan Ukraina memberikan dampak hampir bagi seluruh sendi kehidupan. Salah satu bidang yang terdampak akan perang yang sedang berlangsung adalah bidang pangan.  

Sebagai penghasil gandum terbesar di dunia, serangan Rusia kepada Ukraina menyebabkan kapal – kapal yang mengangkut gandum tidak dapat meninggalkan pelabuhan. Hal ini mempengaruhi ketersediaan gandum di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Meski kapal – kapal Ukraina yang mengangkut gandum sudah mulai dapat berlabuh mulai tanggal 1 Agustus, timbul pertanyaan mengapa di Indonesia masih tidak dapat menanam gandum di tanah Nusantara.

Faktanya, upaya untuk menanam gandum di Indonesia telah lama dilakukan. Menurut ahli teknologi pangan, Prof. Dr. Fg Winarno mengatakan bahwa bahan baku gandum tidak harus diimpor. Kebutuhan gandum untuk konsumsi dalam negeri sudah dapat dipenuhi, meski masih dalam jumlah yang terbatas.

Menurut beliau, percobaan untuk menanam gandum di Indonesia telah dimulai sejak tahun 2000. Pada saat itu, benih gandum yang ditanam diambil dari India. Selain usaha yang dilakukan oleh negara, Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) telah melakukan usaha untuk menanam gandum di wilayah tropis sejak 1999. Lokasi penelitian pengembangan gandum tropis misalnya di dataran menengah seperti Karanglo Tawangmangu Karanganyar Jawa Tengah dan dataran tinggi Kopeng Salaran dan Piji Salatiga Jawa Tengah.

Hasilnya diketahui tanaman gandum tropis bisa diserang hama kutu daun, ulat pemakan malai, ulat penggerak batang, ulat tanah, dan orong-orong. Sementara tanaman gandum bisa diserang penyakit tanaman yaitu bercak jerawat hitam, penyakit layu, dan kudis malai.

Meski telah dapat ditanam di Indonesia, pertanian gandum di Indonesia susah untuk berkembang. Tidak seperti pertanian padi atau beras yang telah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, pertanian gandum hanya ada di wilayah tertentu. Sejak pertama kali di tanam secara terbatas di Jawa yaitu di Pengalengan, Dieng, Tengger, dan Amanumbang pada awal abad ke 20, jumlah luas pertanian gandum di Indonesia tidak pernah melebihi 2000 hektare.

Berdasarkan data dari Kementrian Pertanian, wilayah Indonesia memiliki potensi lahan gandum sebesar 49 juta hectare. Nyatanya, hingga saat ini Indonesia masih mengimpor gandum dalam jumlah yang besar. Sejak Januari – Mei 2022, Indonesia telah mengimpor gandum, baik dalam bentuk bulir maupun tepung gandum (meslin) sebesar 4,359 juta ton dengan nilai transaksi sebesar 1,647 miliar dolar.

Ketergantungan Indonesia terhadap gandum impor nyatanya bukan karena wilayah Indonesia tidak dapat ditanami gandum. Penyebab pertanian gandum di Indonesia tidak berkembang dikarenakan tidak adanya usaha untuk mengembangkan gandum di Indonesia. Di Indonesia, masih belum ada penampungan gandum yang memadai. Hal ini berdampak pada jumlah gandum yang mampu diproduksi di Indonesia. Ditambah dengan tidak fokusnya pihak pemerintahan untuk mengembangkan pertanian gandum di Indonesia, semakin mengakibatkan menurunnya luas lahan pertanian gandum di Indonesia.

Selain ketidakfokusan pihak pemerintah untuk mengembangkan pertanian gandum di Indonesia, sebagian besar lahan pertanian gandum yang ada di Indonesia masih menggunakan metode konvensional atau tradisional. Tidak seperti tanaman padi yang apabila mengguanakan metode konvensional atau tradisional yang biaya produksinya tidak tinggi, pertanian gandum dengan metode konvensional atau tradisional lebih besar. Berdasarkan pengakuan peneliti tanaman gandum dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Bapak Dr. Djoko Murdono mengatakan bahwa pertanian gandum dengan metode konvensional atau tradisional memiliki harga jual yang tidak kompetitif dikarenakan tingginya biaya produksi.


AUTHOR

Bagikan ini ke sosial media anda

(0) Komentar

Berikan Komentarmu

Tentang Generasi Peneliti

GenerasiPeneliti.id merupakan media online yang betujuan menyebarkan berita baik seputar akademik, acara akademik, informasi sains terkini, dan opini para akademisi. Platform media online dikelola secara sukarela (volunteers) oleh para dewan editor dan kontributor (penulis) dari berbagai kalangan akademisi junior hingga senior. Generasipeneliti.id dinaungi oleh Lembaga non-profit Bioinformatics Research Center (BRC-INBIO) http://brc.inbio-indonesia.org dan berkomitmen untuk menjadikan platform media online untuk semua peneliti di Indonesia.


Our Social Media

Hubungi Kami


WhatsApp: +62 895-3874-55100
Email: layanan.generasipeneliti@gmail.com

Kami menerima Kerjasama dengan semua pihak yang terkait dunia akademik atau perguruan tinggi.











Flag Counter

© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.