by INBIO
Buku 4 series yang berhasil dirampungkan oleh seorang pemikir bangsa yaitu bapak Pramodya Ananta Toer menyiratkan ribuan nilai kehidupan yang sangat sarat akan makna. Ada kalanya saya berfikir ini adalah bacaan wajib bagi masyarakat Indonesia terkhususnya anak muda, namun akan menjadi sangat berlebihan bagi pendapat sebagian orang. Bagi saya karya ini seperti konstruksi utama pendirian sebuah bangsa yang hendak berdaulat, apalagi bagi bangsa Indonesia yang pernah menelan pahitnya masa penjajahan yang mengekang segala bentuk kebebasan.
Menelan kalimat demi kalimat yang disampaikan dalam cerita tersebut menyiratkan pada kita betapa rendahnya ras kulit putih (eropa) memandang ras pribumi hindia belanda. Sehingga jangankan berbicara keadilan, karena seakan hak akan hal itu tidak harus dan tidak penting untuk diberikan kepada kaum pribumi. Secara garis besar karya ini mengisahkan perjuangan pemuda pribumi yang sedikit beruntung daripada yang lain karena ayahnya menjabat sebagai pemimpin daerah setempat, sosok yang tidak kurang dalam hal kemewahan namun aktor utama yang diberi nama minke tersebut seakan begitu pandai menyikapi sedikit keuntungan yang ada dalam dirinya, mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan bersama pemuda eropa lainnya ia kemudian melakukan perbandingan bahwa betapa tidak adilnya dunia terhadap pribumi ditanah airnya sendiri, betapa semena – menanya kelakuan manusia ras pendatang terhadap ras lain yang didatanginya, beberapa pengisahan yang menunjukkan sikap harus membungkuk – bungkuk dihadapan manusia lainnya karena kedudukan, jabatan, maupun rupa yang merasa lebih baik. Sehingga karakter minke menginterpretasikan pada pembaca sosok yang memiliki kebebasan sejak dalam pikirannya, sehingga begitu luwes memandang hidup sekaligus dengan tantangan – tantangan yang dihadapinya, tidak jarang ia selalu tampil sebagai pemuda yang solutif, sigap dan tanggap terhadap berbagai permasalahan yang dihadapkan pada dirinya. Bukankah mental itu yang dibutuhkan dan harus nya ada pada tiap diri pemuda?
Berbekal watak itu pemeran utama minke berpetualang menjajaki jati dirinya, tentu bukan berpetualang namanya jika hanya menyuguhkan kesenangan saja, berbagai pahit – manis kehidupan dilewatinya, adakalanya ia gundah, gelisah, kesulitan, dilema, bahkan hingga terpuruk sampai sejatuh – jatuhnya. Semua dilakoni dengan apik hingga membentuk skema cerita yang tidak menjenuhkan malah sebaliknya, semakin kita penasaran dengan scene berikutnya.
Diawali dengan kehidupannya dipertemukan dengan keluarga nyai ontosoroh sebagai seorang gundik yang tidak hanya membesarkan anak namun juga perusahaan ternama, namun karena didasari kedudukannya tidak lebih terhormat dari ras eropa, pengadilan putih seringkali mengabaikan haknya, bahkan anak gadisnya terpaksa mati menelan derita atas ketidak - adilan perlakuan bangsa Eropa. Minke terus berpetualang memperjuangkan hak yang tertindas tersebut, melawan pengadilan putih, menapaki kemungkinan lain sepeninggal mendiang istrinya, Anelis. Ia menikahi wanita tionghoa hingga pribumi, ia hidup penuh perlawanan terhadap ketidakpastian, ia membangun basis gerakan, mendirikan perkumpulan yang pada akhirnya begitu fenomenal mampu merekrut anggota dari berbagai daerah, ia menghimpun gerakan untuk melawan ketidak - adilan, mensejahterakan ekonomi rakyat dengan organisasi besutannya yaitu serikat dagang islam.
Ini adalah karya yang begitu fenomenal dan begitu apik, sehingga banyak pelajaran yang bisa dipetik melalui buku ini, berikut ini saya coba petik beberapa hal, yaitu;
1. Menumbuhkan kemerdekaan berfikir sehingga terbebas dari pragmatisme
Karakter minke memberi pengaruh besar bagi pembaca tentang pentingnya untuk berfikir dilandasi asas kebenaran, selalu meletakkan kebenaran di atas apapun didalam hidupnya. Ia tidak peduli apakah akan dikucilkan lingkungannya, di buang oleh orang tuanya, atau di hantui oleh penjahat yang tidak suka dengan dirinya. Hanya bermodal kebenaran yang diperjuangkannya sehingga ia berani melangkah kemanapun.
Sikap mental seperti ini penting bagi pemuda utuk menaklukkan setiap medan kehidupan yang dilaluinya. Bayangkan apabila sikap pemuda yang tidak berusaha mencari kebenaran sehingga mudah tersandung lalu berhenti begitu saja.
2. Menumbuhkan mental pergerakan dan keberanian
Hasil akhir dari idealisme sosok minke adalah munculnya jiwa pergerakan menyikapi berbagai fakta akan kebenaran – kebenaran yang ditemuinya. Ia bergerak melalui berbagai cara, mulai dari perlawanan dengan tulisan, aksi pembangkangan, hingga mengkonsolidasikan kepada teman – teman yang sepemikir dengannya. Dibagian akhir pengisahan yaitu series ke – empat (rumah kaca) merupakan upaya pemerintah kala itu untuk melakukan pengurungan kepada sosok minke agar gagasannya berhenti mengancam keberlangsungan kolonialisme di tanah air.
3. Mengajarkan sikap pantang menyerah dan pantang kalah
Minke dengan kepiawaiannya tidak pernah berdamai dengan segala bentuk penindasan, ia yang harus jatuh dan bangkit hingga ribuan kali tidak pernah menyurutkan semangatnya, meski rivalnya tidaklah kecil, namun orang – orang besar sekalipun.
Demikian sedikit sharing atas pengalaman berharga saya menamatkan tetrologi pulau buru tersebut, meskipun barangkali ada yang kurang pas karena saya membacanya sudah empat tahun yang lalu, itupun kadang saya melewatinya dengan paksaan dan ada juga sesi lagi semangat – semangatnya.
“Jadilah manusia bebas yang selalu menolak hambatan untuk terus berbuat kebaikan.”
AUTHOR
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.