by INBIO
Komisi X DPR RI menolak usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait kebijakan 20 persen anggaran pendidikan yang mengacu pada APBN. Menkeu mengusulkan agar anggaran wajib (mandatory spending) untuk pendidikan sebesar 20 persen dari belanja negara dikaji ulang (rri.co.id , 8/9/24).
Ketua Komisi X DPR RI Saiful Huda dengan tegas menolak usulan menkeu tersebut. "Konsekuensinya kalau dari pendapatan akan ada penurunan Rp130 triliun. Di mana semestinya tetap ada dan terjaga dengan skema 20 persen dari belanja APBN," katanya, menegaskan.
Usulan ini akan mengakibatkan penurunan kualitas pelayanan pendidikan, sementara di sisi lain pemerataan pendidikan juga masih belum merata. Masih banyak anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan karena tidak ada biaya.
UU Sistem Pendidikan Nasional, pasal 34 ayat (2) menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Tapi faktanya, dengan banyaknya siswa yang tidak diterima setelah PPDB zonasi berimplikasi pada beratnya biaya saat memilih melanjutkan ke sekolah swasta. Dan mirisnya lagi, di sekolah negeri tak jarang masih ditemui adanya pungli dan sumbangan wajib dengan berbagai keperluan. Artinya, dengan anggaran yang ada saja, bebas biaya masih belum sepenuhnya dilaksanakan. Lalu bagaimana jika akhirnya dana pendidikan sebesar 20% masih diotak-atik dan dikurangi lagi? Tentu masalah pendidikan akan semakin bertambah.
Alokasi Anggaran Pendidikan
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) pernah menggugat pasal yang mewajibkan pemerintah menyelenggarakan pendidikan secara gratis ke Mahkamah Agung. Apakah bebas biaya hanya untuk mereka yang bersekolah negeri? Bagaimana dengan yang bersekolah di swasta? Bagaimana komitmen pemerintah?
Hasilnya, dalam sidang gugatan uji materi UU Sisdiknas, hakim Mahkamah Konstitusi M. Guntur Hamzah menyatakan bahwa UU 1945 mewajibkan pemerintah untuk menggratiskan pendidikan dasar, dari SD hingga SMP. Sehingga menurutnya, anggaran pendidikan seharusnya diprioritaskan untuk membiayai atau menggratiskan pendidikan dasar, tanpa membedakan sekolah negeri dan swasta. Jika ada kelebihan anggaran, baru bisa dipergunakan untuk pembiayaan pendidikan jenjang lainnya, seperti pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, sekolah kedinasan, dan sebagainya (kompas, 4/7/2024).
Pernyataan ini tentu sangat menarik untuk kita ulas bersama.
Pemerintah telah menetapkan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN, berarti besarannya di tahun 2024 ini adalah Rp 660,8 triliun. Dari sidang pengujian UU Sisdiknas di Mahkamah Konstitusi diketahui bahwa dari jumlah itu, anggaran yang ada untuk menyelenggarakan pendidikan SD dan SMP di Indonesia cuma Rp 236,1 triliun, dan masih butuh Rp 418,1 triliun lagi agar SD-SMP di Indonesia, baik negeri maupun swasta, dapat digratiskan. (Kompas.com, 23/7/2024). Nominal tambahan ini lebih rendah dibanding dana bansos 2024 yang mencapai Rp 496 triliun.
Jika ditelusuri lebih jauh, anggaran pendidikan 20% dari APBN ternyata masih amburadul. Dari data Kemendagri, hanya ada 3 propinsi yang menggunakan 20% anggaran, lainnya di bawah 20%, bahkan ada propinsi yang hanya menggunakan 3% anggaran untuk pendidikan. Hal inilah yang menjadikan kualitas masyarakat di propinsi itu rendah. (Emedia.dpr.go.id, 7/7/2024)
Ketidaksinkronan kinerja pemerintah pusat dan daerah berdampak pada realisasi kebijakan pendidikan. Anggaran pendidikan acapkali dibagi untuk kegiatan kementerian lain seperti penyelenggaraan diklat, hingga pembangunan infrastruktur. Kebijakan daerah ini juga kemungkinan terjadi karena sulitnya akses ke sekolah sehingga diperlukan tambahan infrastruktur seperti jalan dan jembatan, hingga penyediaan sarana transportasi.
Kebijakan otonomi daerah, realisasi program pendidikan, dan pengaturan sistem kerja juga seringkali terjebak birokrasi. Ada tumpang tindih jalur pendelegasian wewenang dan amanat UU dari pusat ke daerah, dan seringkali memunculkan ego sektoral. Hal ini menjadikan semakin rendahnya serapan anggaran pendidikan.
Hal lain yang juga memberikan dampak buruk adalah maraknya celah korupsi. Pada Juni 2024 KPK merilis hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) pendidikan dan menemukan fakta bahwa 33% sekolah berpotensi melakukan korupsi.
Program pemerintah dalam pendidikan juga seringkali juga tumpang tindih dengan arah pendidikan itu sendiri, dan itu memakan anggaran. Misalkan program penanggulangan seks bebas di kalangan remaja dengan penyediaan alat kontrasepsi di sekolah. Seks bebas bukannya dihentikan dengan pemblokiran situs porno dan penguatan iman dan ilmu, program yang ada justru bentuk pelegalan zina yang berpengaruh pada moral siswa. Sangat kontradiktif dengan tujuan pendidikan itu sendiri.
Anggaran Pendidikan, Tanggung Jawab Siapa?
Kebijakan suatu negara mencerminkan cara pandangnya terhadap sesuatu. Jika negara melihat pentingnya memiliki SDM berkualitas unggul, maka penyelenggaraan pendidikan yang murah bahkan gratis, dengan kua
litas terbaik adalah hal pasti akan dilakukan tanpa ada pertimbangan lain. SDM unggul adalah calon pemimpin terbaik, yang akan mampu membangun peradaban terdepan.
Islam memandang tinggi masalah pendidikan. Rasulullah bersabda,
"Menuntut ilmu itu wajib atas semua muslim." (HR Ibnu Majah).
Belajar dari sejarah khilafah, anggaran pendidikan adalah mutlak tanggung jawab negara. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan primer rakyat dan disediakan dengan murah bahkan gratis. Tidak hanya pada jenjang pendidikan dasar, tapi hingga pendidikan tinggi. Tidak ada pembedaan muslim atau non muslim, kaya ataupun miskin.
Dengan penerapan sistem ekonomi Islam yang memiliki banyak mekanisme sehingga harta masuk ke Baitul mal, negara mampu menyelenggarakan pendidikan yang terbaik, hingga mencapai masa kegemilangan Islam.
Baitul mal memenuhi anggaran diantaranya dari kepemilikan umum seperti tambang minerba dan migas. Selain itu ada pos pendapatan dari fai, kharaj, jizyah, dan dharibah (pajak). Khusus pajak, hanya diambil saat kas Baitul mal kosong dan dikenakan hanya pada orang kaya laki-laki, bukan semua rakyat, apalagi sepanjang tahun.
Para penyelenggara juga haruslah mereka yang amanah, menutup celah korupsi. Ada sanksi yang tegas atas setiap tindak korupsi, dari potong tangan hingga hukuman mati. Setiap orang akan berpikir ribuan kali, sebelum mereka melakukan aksi.
Penyelenggaraan administrasi hendaknya mengacu pada tiga prinsip; (1) sederhana dalam aturan, (2) kecepatan pelayanan, dan (3) dilakukan oleh orang-orang yang kapabel. Prinsip ini akan meminimalkan berbagai tindak kecurangan, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, ataupun lainnya.
Pendidikan tak akan berjalan dengan baik, jika sarana prasarana, infrastruktur, dan gaji pegawai serta pendidik, tidak layak. Karena itulah, ada standar terbaik yang diberikan untuk penyelenggaraan pendidikan. Sekolah dan kampus tidak hanya memiliki ruang kelas, tapi juga dilengkapi dengan berbagai laboratorium, masjid, perpustakaan dengan ribuan buku berkualitas, taman dengan air mancur, dan juga lapangan. Sekolah juga menyediakan asrama yang gratis untuk siswa yang jauh, dan mereka juga diberikan uang saku.
Gaji guru di masa Umar bin Khattab adalah 15dinar (1 Dinar=4,25gr emas) dan ini lebih dari Rp 70jt/bulan jika dikurskan dengan mata uang saat ini.
Negara adalah pengurus urusan rakyat. Maka setiap kebijakan hendaknya untuk melayani semua kebutuhan rakyat, bukan kepentingan kelompok tertentu, kepentingan pribadi, apalagi oligarki.
Rasulullah bersabda, "Imam adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya." (HR Bukhari)
Penutup
Pendidikan berkualitas pasti membutuhkan biaya yang tak murah. Karena pendidikan berkualitas identik dengan penyediaan berbagai sarana prasana, administrasi, dan juga tenaga pengajar yang lengkap dan terbaik, selain adanya kurikulum dan metode pengajaran yang juga sama baiknya.
Biaya tak murah ini haruslah negara yang menanggungnya, karena pendidikan adalah kebutuhan primer setiap warga negara, bukan hanya jenjang pendidikan dasar, tapi hingga ke jenjang pendidikan tinggi. Jika 20% anggaran pendidikan dari APBN saja belum bisa memberikan hak pendidikan dengan baik, tentu menguranginya akan semakin memperparahnya. Tentu saja, harus ada kontrol atas anggaran, agar benar-benar tepat sasaran dan tidak ada penyelewengan, dengan penerapan prinsip-prinsip administrasi. Perhatian yang sungguh-sungguh akan pendidikan, akan bisa memberikan dampak besar bagi peradaban bangsa ini di masa depan.
Sumber gambar : Bing AI
AUTHOR
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.