by INBIO
Marah merupakan emosi yang wajar dimiliki oleh setiap manusia. Setiap manusia memiliki tingkatan marah yang berbeda – beda. Marah menjadi salah satu bentuk manusia untuk melepaskan energi negatif dari dalam tubuh.
Meski dapat disebut normal, ada beberapa keadaan yang membuat seseorang menjadi marah secara berlebihan dan lepas kendali. Keadaan ini dikenal dengan Intermittent Explosive Disorder.
Intermittent Explosive Disorder merupakan sebuah keadaan di mana seseorang menjadi marah yang tidak terkendali dan dapat mengakibatkan kerusakan benda – benda di sekitarnya, dan bahkan dapat memebahayakan orang – orang yang ada disekitarnya.
Intermittent Explosive Disorder juga dapat dikategorikan sebagai gangguan kontrol terhadap emosi dan impuls. Intermittent Explosive Disorder dapat terjadi hampir di semua rentang usia. Penelitian menunjukkan bahwa rentang usia yang rentan menderita Intermittent Explosive Disorder berada di angka 12 – 20 tahun. Usia tersebut rentan terkena Intermittent Explosive Disorder karena keadaan emosional yang masih belum stabil atau masih labil. Ditambah dengan keadaan mental yang mudah emosi, semakin meningkatkan seseorang mengalami Intermittent Explosive Disorder.
Intermittent Explosive Disorder pada setiap orang dapat memiliki tingkatan yang berbeda – beda. Pada tahap yang ringan, Intermittent Explosive Disorder hanya sampai pada tingkat verbal. Namun pada tingkat yang tinggi, Intermittent Explosive Disorder dapat sampai pada tingkat merusak benda – benda dan menyakiti orang – orang yang ada di sekitarnya.
Intermittent Explosive Disorder berlaku seperti ombak. Apabila amarah seseorang yang mengalami Intermittent Explosive Disorder, ia akan merasakan rasa penyesalan yang mendalam yang akan menjadi perasaan yang terpendam dan dapat meningkatkan rasa kekesalan dalam tindakan mereka kedepannya.
Penyebab seseorang dapat mengalami Intermittent Explosive Disorder dapat berasal dari luar maupun dalam diri mereka sendiri. Banyak dari penderita Intermittent Explosive Disorder tumbuh dan berkembang di lingkungan yang toksik yang menyebabkan rasa kesal yang terpendam dalam tubuh mereka selama bertahun – tahun. Selain itu, kekerasan fisik yang dialami semasa kecil juga dapat menjadi penyebab seseorang mengalami Intermittent Explosive Disorder.
Penderita Intermittent Explosive Disorder seringkali diawali dengan keadaan tubuh yang tidak nyaman. Para penderita Intermittent Exposlive Disorder mengaku bahwa mereka mengalami gejala seperti kesemutan, tremor, palpitasi, dada sesak, tekanan kepala, atau mendengar gema.
Gangguan ini dapat berdampak pada kehidupan sosial seperti kehilangan pekerjaan, penangguhan sekolah, perceraian, kesulitan dengan hubungan interpersonal atau gangguan lain di bidang sosial atau pekerjaan, kecelakaan (seperti di kendaraan), rawat inap karena cedera akibat perkelahian atau kecelakaan, masalah keuangan, penahanan, atau lainnya.
Selain gangguan social, Intermittent Explosive Disorder dapat menyebabkan gangguan pada tubuh penderita. Para penderita Intermittent Explosive Disorder akan merasakan rasa menyesal dan depresi setelah amarahnya reda. Keadaan ini dapat mendorong seseorang untuk mencari pelarian agar dirinya lupa akan apa yang telah dilakukannya. Kebanyakan penderita Intermittent Explosive Disorder mencari pelarian dengan mengkonsumsi alkohol dan narkoba. Tidak jarang ditemukan penderita Intermittent Explosive Disorder yang melukai diri mereka sendiri akibat tidak tahan dengan keadaan mereka.
Selain itu, Intermittent Explosive Disorder juga rentan terkena penyakit darah tinggi dan stroke. Akibat dari emosi marah yang berlebihan, mengakibatkan jantung akan bekerja lebih keras untuk memompa darah. Pekerjaan jantung yang belebihan inilah yang dapat mengakibatkan seseorang dapat mengalami serangan jantung secara mendadak.
Untuk mengatasi Intermittent Explosive Disorder ini, penderita disarankan untuk menghubungi orang – orang yang berkompeten. Agar dapat melatih emosi agar tidak mudah tersulut emosi, disarankan untuk melakukan sejumlah relaksasi pikiran seperti yoga dan meditasi. Selain itu, mengikuti sesi konseling juga dapat membantu menjaga kestabilan emosi.
AUTHOR
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.