by INBIO
Secara resmi Presiden Jokowi melantik Bambang Susantono sebagai Kepala Otorita Ibu Kota Negara (IKN) dan Dhony Rahajoe sebagai Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Negara (IKN). Pelantikan tersebut, dilandasi atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara (IKN) Pasal 9 yang berbunyi “Pemerintah khusus IKN dipimpin oleh Kepala Otorita IKN dan dibantu oleh Wakil Kepala Otorita IKN yang ditunjuk, diangkat dan diberhentikan langsung oleh Presiden”.
Keberadaan Kepala dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Negara memiliki perbedaan dengan Ibu Kota Negara Jakarta yang berstatus sebagai Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota yang dipimpin oleh seorang gubernur dan wakil gubernur. Tetapi, dengan keberadaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara telah mengatur kewenangan pemerintahan khusus IKN dengan pengecualian terhadap urusan di bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama berdasarkan Pasal 12.
Kepala dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Negara ditunjuk oleh Presiden yang secara otomatis bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan wilayah pemerintahan IKN tersebut, tidak memiliki DPR dan hanya mengikuti pemilihan umum presiden. Kondisi tersebut, juga memunculkan polemik terkait otonomi daerah yang secara praktis tidak lagi berlaku bagi wilayah pemerintahan IKN. Pertanyaan mendasar apakah hal tersebut bertentangan dengan otonomi daerah?
Keberadaan Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN bukan satu-satunya polemik yang menyertai, namun hal mendasar pemilihan Kalimantan sebagai ibu kota negara yang baru juga menjadi polemik tersendiri yang ikut menyertai. Bila mengacu kepada latar belakang pemerintah memindahkan ibu kota ke Kalimantan didasarkan atas lima pertimbangan. Pertama, dari sisi lokasi letaknya sangat strategis karena berada di tengah-tengah wilayah Indonesia. Kedua, lokasi IKN memiliki infrastruktur yang relatif memadai. Ketiga, lokasi IKN berdekatan dengan dua kota pendukung yang sudah berkembang yaitu Kota Balikpapan dan Kota Samarinda. Keempat, ketersediaan lahan yang dikuasai pemerintah sangat memadai untuk pengembangan IKN. Kelima, minim resiko bencana alam (SK N0 116608 A, 2022:6).
Apakah pertimbangan pemerintah memindahkan ibu kota ke Kalimantan atas dasar lokasi yang strategis sekaligus berada di tengah-tengah wilayah Indonesia? Perspektif lokasi seakan menjadi pertimbangan yang mendasar guna menghadirkan ibu kota yang berada di titik pusat Indonesia. Keinginan pemerintah mendekatkan ibu kota kepada semua wilayah dan menghadirkan pemerataan. Kalau pertimbangan tersebut, yang telah mendorong pemerintah melakukan pemindahan ibu kota maka secara mendasar otonomi daerah menjadi jawaban terhadap keinginan tersebut. Apakah secara tidak langsung pemerintah telah menilai kegagalan pelaksanaan otonomi daerah?
Bukankah Presiden Jokowi buah dari pelaksanaan otonomi daerah? Memindahkan ibu kota ke Kalimantan yang juga paru-paru dunia memiliki resiko utamanya terhadap lingkungan. Walaupun secara prinsip dasar pembangunan IKN oleh pemerintah telah dicanangkan sebagai Kota Hutan (Forest City) yang berada di dalam dan di kawasan hutan dengan tujuan mempertahankan sekaligus merestorasi hutan. Tetapi, apakah itu bisa menjadi jaminan bahwa pembangunan IKN tidak menebang dan merusak hutan?
Selain itu, pemerintah juga hendak menjadikan IKN sebagai Kota Spons (Sponge city) yang diharapkan mengembalikan siklus air dan Kota Cerdas (Smart City) yang dinamis, inklusif dan didukung oleh masyarakat. Untuk mewujudkan pembangunan IKN tersebut, pemerintah telah menyiapkan skema pendanaan meliputi APBN, kerja sama pemerintah dan badan usaha, partisipasi badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki negara termasuk BUMN/swasta murni, dukungan pendanaan/pembiayaan internasional dan skema pendanaan lainnya termasuk filantropi (SK No 116565 A, 2022: 123-124).
Bila mencermati skema pendanaan yang telah dibuat oleh pemerintah maka secara otomatis akan membebani APBN yang setidaknya akan berdampak terhadap pemotongan anggaran terhadap agenda pembangunan yang lain. Kemudian membuka peluang bagi pemerintah menambah utang negara, meskipun tanpa pembangunan IKN pasti peluang melakukan utang bisa saja terjadi. Selain itu, yang menarik dari skema pendanaan tersebut, terbukanya ruang bagi filantropi guna berkontribusi dalam pembangunan IKN. Apakah secara tidak langsung pemerintah menghendaki pembukaan donasi secara terbuka?
Apakah pemindahan ibu kota negara relevan di tengah dunia memasuki era metaverse? Segala sesuatu saling terkoneksi yang lebih mudah, efektif dan efisien baik dengan layar komputer maupun dengan gawai dalam dunia virtual. Pemerintah yang menghendaki pemerataan dan posisi yang dekat dengan semua rakyat serta wilayah negara maka pengembangan infrastruktur jaringan kepada semua wilayah menjadi solusi.
Pemerintah perlu mempertimbangkan skema pendanaan pembangunan metaverse dibandingkan dengan skema pendanaan IKN. Karena, negara masa depan terdapat pada metaverse justru dengan itulah yang akan membuat posisi Indonesia jauh lebih strategis. Di masa depan lokasi strategis bukan lagi terdapat pada wilayah tengah-tengah Indonesia melainkan kualitas virtual yang tidak terhingga dalam metaverse.
Indonesia perlu memikirkan bahwa di masa depan posisi sebagai negara maritim akan tergantikan menjadi negara metaverse. Bila pemerintah memfokuskan diri kepada pengembangan metaverse bukan tidak mungkin Indonesia benar-benar akan menjadi negara besar. Presiden Jokowi memiliki peluang untuk itu mengingat sejak awal kemunculannya telah memanfaatkan dunia digital dan secara bersemangat mengkampanyekan unikorn. Semoga Presiden Jokowi masih mengingat itu.
AUTHOR
artikel blog yang menarik dan bermanfaat. Teknologi di era digital selalu berkembang dan bermanfaat bagi masyarakat. VR Video atau Virtual Reality video merupakan salah satu contoh teknologi yang dapat dinikmati dan dipakai di berbagai bidang.
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.