by INBIO
Sejak dimulai pada 24 Februari 2022, perang antara Rusia dan Ukraina telah memberikan dampak yang besar bagi keberlangsungan kehidupan di berbagai negara. Perang antara Rusia dan Ukraina memberikan dampak hampir bagi seluruh sendi kehidupan. Salah satu bidang yang terdampak akan perang yang sedang berlangsung adalah bidang pangan.
Sebagai penghasil gandum terbesar didunia, serangan Rusia kepada Ukraina menyebabkan kapal – kapal yang mengangkut gandum tidak dapat meninggalkan pelabuhan. Hal ini mempengaruhi ketersediaan gandum diseluruh dunia, termasuk Indonesia. Meski kapal – kapal Ukraina yang mengangkut gandum sudah mulai dapat berlabuh mulai tanggal 1 Agustus, timbul pertanyaan mengapa di Indonesia masih tidak dapat menanam gandum di tanah Nusantara.
Faktanya, upaya untuk menanam gandum di Indonesia telah lama dilakukan. Menurut ahli teknologi pangan, Prof. Dr. Fg Winarno mengatakan bahwa bahan baku gandum tidak harus diimpor. Kebutuhan gandum untuk konsumsi dalam negeri sudah dapat dipenuhi, meski masih dalam jumlah yang terbatas.
Menurut beliau, percobaan untuk menanam gandum di Indonesia telah dimulai sejak tahun 2000. Pada saat itu, benih gandum yang ditanamn diambil dari India. Selain usaha yang dilakukan oleh negara, Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) telah melakukan usaha untuk menanam gandum di wilayah tropis sejak 1999. Lokasi penelitian pengembangan gandum tropis misalnya di dataran menengah seperti Karanglo, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah dan dataran tinggi Kopeng Salaran dan Piji, Salatiga, Jawa Tengah. Hasilnya diketahui tanaman gandum tropis bisa diserang hama kutu daun, ulat pemakan malai, ulat penggerak batang, ulat tanah, dan orong-orong. Sementara tanaman gandum bisa diserang penyakit tanaman yaitu bercak jerawat hitam, penyakit layu, dan kudis malai.
Meski telah dapat ditanam di Indonesia, pertanian gandum di Indonesia susah untuk berkembang. Tidak seperti pertanian padi atau beras yang telah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, pertanian gandum hanya ada di wilayah tertentu. Sejak pertama kali ditanam secara terbatas di Jawa yaitu di Pengalengan, Dieng, Tengger, dan Amanumbang pada awal abad ke 20, jumlah luas pertanian gandum di Indonesia tidak pernah melebihi 2000 hektare.
Berdasarkan data dari Kementrian Pertanian, wilayah Indonesia memiliki potensi lahan gandum sebesar 49 juta hectare. Nyatanya, hingga saat ini Indonesia masih mengimpor gandum dalam jumlah yang besar. Sejak Januari – Mei 2022, Indonesia telah mengimpor gandum, baik dalam bentuk bulir maupun tepung gandum (meslin) sebesar 4,359 juta ton dengan nilai transaksi sebesar 1,647 miliar dolar.
Ketergantungan Indonesia terhadap gandum impor nyatanya bukan karena wilayah Indonesia tidak dapat ditanami gandum. Penyebab pertanian gandum di Indonesia tidak berkembang dikarenakan tidak adanya usaha untuk mengembangkan gandum di Indonesia. Di Indonesia, masih belum ada penampungan gandum yang memadai. Hal ini berdampak pada jumlah gandum yang mampu diproduksi di Indonesia. Ditambah dengan tidak fokusnya pihak pemerintahan untuk mengembangkan pertanian gandum di Indonesia, semakin mengakibatkan menurunnya luas lahan pertanian gandum di Indonesia.
Selain ketidakfokusan pihak pemerintah untuk mengembangkan pertanian gandum di Indonesia, sebagian besar lahan pertanian gandum yang ada di Indonesia masih menggunakan metode konvensional atau tradisional. Tidak seperti tanaman padi yang apabila menggunakan metode konvensional atau tradisional biaya produksinya tidak tinggi, sebaliknya pertanian gandum dengan metode konvensional atau tradisional biayanya lebih besar. Berdasarkan pengakuan peneliti tanaman gandum dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Bapak Dr Djoko Murdono mengatakan bahwa pertanian gandum dengan metode konvensional atau tradisional memiliki harga jual yang tidak kompetitif dikarenakan tingginya biaya produksi.
AUTHOR
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.