by INBIO
Kementerian Perdagangan memiliki rencana melarang platform media sosial semisal Tiktok yang menawarkan layanan e-commerce dalam aplikasi yang sama. Langkah ini dianggap bisa melindungi UMKM dari gempuran produk impor. Rencananya, pengaturan akan dimasukkan dalam revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020.
Namun, sepertinya pemerintah belum satu suara. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, justru menganggap larangan tersebut akan mengganggu UMKM sendiri. Saat ini, sudah banyak UMKM yang mengandalkan Tiktok sebagai platform berdagang. Tak kurang dari dua juta bisnis lokal Indonesia yang terdaftar sebagai pengguna Tiktok. Pemisahan platform media sosial dan e-commerce menghambat inovasi, sekaligus merugikan pedagang lokal dalam jumlah besar. (Kompas, 16-9-2023).
Indonesia menempati urutan terbesar kedua di dunia setelah AS, dalam penggunaan Tiktok. Dalam setahun terakhir, Tiktok Shop mulai meningkat secara signifikan sebagai salah satu platform penjualan online. Berdasarkan data Momentum Works, transaksi e-commerce Indonesia tahun 2022 mencapai 52 miliar dolar dan 5% nya terjadi di TikTok. Perkiraan potensi shoppertainment, termasuk live streaming, mencapai 405T pada tahun 2025. Karena itulah berbagai e-commerce, termasuk Tiktok, berani 'bakar uang' agar bisa menjadi platform yang paling diminati.
Shoppertainment adalah fenomena penggunaan perbincangan media sosial yang mendorong adanya transaksi pembelian di marketplace. Potensi shoppertainment yang besar menggiurkan banyak pihak. Ini juga yang menjadikan derasnya arus produk import masuk ke Indonesia, sehingga produk lokal UMKM semakin terpinggirkan, kalah bersaing. Lebih-lebih lagi, praktek bisnis end to end menjadi tidak terhindarkan. Penjualan bisa dilakukan dari produsen atau importir langsung ke pihak pembeli sebagai end user, tanpa melibatkan pihak ketiga. Hal inilah yang menurut Teten Masduki, Menteri Koperasi dan UMKM, sebagai bentuk monopoli. Karena itu beliau mengusulkan pemisahan antara media sosial dari e-commerce.
Melindungi UMKM
Adanya berbagai perjanjian dagang internasional dengan menetapkan tarif impor 0% menjadikan produk luar masuk dengan mudah dan bersaing dengan produk lokal. Harga produk lokal cenderung lebih tinggi, salah satunya disebabkan buruknya ekosistem bisnis di tanah air.
Dicabutnya subsidi BBM menjadikan biaya distribusi meningkat tajam. Biaya pengiriman barang dari Jawa ke Kalimantan jauh lebih mahal dibandingkan biaya pengiriman barang dari Cina ke Indonesia. Dari sini saja terlihat, jika tarif impor 0%, jelas produk lokal sulit bersaing dengan produk luar.
Belum lagi bicara modal. Besarnya modal mempengaruhi jumlah produksi. Semakin besar produksi, semakin murah produk. UMKM sulit berkembang selama kendala modal ini tidak bisa dipecahkan. Sedangkan alokasi dana dukungan dari pemerintah nominalnya masih sangatlah kecil, itupun masih ditambah permasalahan KKN sehingga penyalurannya tersendat, tidak merata, minim bahkan menghilang.
Ditambah fakta defisitnya APBN yang akhirnya menetapkan pajak untuk menambah pemasukan, menjdikan UMKM berkembang dengan nafas yang semakin berat dengan tambahan pajak di sana-sini. Inilah sebagian gambaran buruknya ekosistem bisnis di negeri ini, yang menjadikan jargon 'melindungi UMKM' seakan jargon singa ompong, kosong tanpa arti.
Solusi
Islam sebagai agama mayoritas, mengapresiasi segala bentuk perkembangan teknologi sebagai sebuah inovasi yang akan memudahkan urusan hidup masyarakat, selama tidak bertentangan dengan hukum-hukum syariat. Keberadaan Tiktok dan strateginya dalam penggabungan media sosisal dengan e-commerce hanyalah sebuah inovasi yang tidak bertentangan dengan syariat. Justru inovasi ini akan membantu dunia perdagangan, dan sudah seharusnya para pebisnis beradaptasi dengan berbagai inovasi yang ada.
Karena itulah perlu ditinjau solusi permasalahan ini sesuai dengan pandangan islam dalam masalah ekonomi bisnis secara fundamental, yaitu sebagai berikut :
Penutup
Larangan berjualan di Tiktok tidak akan memiliki pengaruh signifikan bagi kesejahteraan UMKM, malah sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif bagi jutaan UMKM yang telah menjadikan Tiktok sebagai platform penjualan. Kesejahteraan hanya akan terjadi jika pemerintah serius mengatur berbagai regulasi yang berpihak pada rakyat seperti kebijakan impor, kebijakan pengelolaan BBM, dan perbaikan ekosistem bisnis yang memungkinkan UMKM lokal eksis.
Semua perbaikan hanya bisa dengan menjadikan negara sebagai pilar, bukan diserahkan pada swasta. Karena bagaimana pun, orientasi swasta adalah profit, bukan kesejahteraan rakyat. Negara lah yang punya kewajiban itu. Dan hal ini tak akan terwujud juga jika negara masih merupakan negara kapitalis yang berpihak pada korporat, bukan rakyat.
Sumber gambar : investor.id
AUTHOR
Terima kasih atas penjelesan yg baik. Cara pandang yg bagus, dan solusi yg keren!!!?
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.