by INBIO
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan alami pertama untuk bayi dan menyediakan semua zat gizi yang diperlukan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan. ASI eksklusif yaitu ASI yang diberikan pada bayi mulai dari lahir hingga usia 6 bulan tanpa diberi makanan atau minuman lain. Menurut Kemenkes (2022), ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi makanan maupun minuman lain kecuali obat. Pemberian ASI eksklusif dapat membantu meningkatkan kesehatan bayi, mengurangi risiko penyakit, dan membantu proses tumbuh kembang.
WHO (World Health Organization) menyarankan bahwa pemberian ASI eksklusif bagi bayi dilakukan selama 6 bulan pertama kehidupannya. Selain itu, WHO dan UNICEF (United Nations Children's Fund) juga menyarankan untuk memberikan makanan pada bayi setelah enam bulan sebagai pendamping ASI hingga usia dua tahun. Menurut Global Strategy on Infant and Young Child Feeding, pemberian makanan yang tepat bagi bayi adalah dengan menyusuinya sesegera mungkin setelah lahir dan memberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan. Kemudian, dilanjutkan dengan memberikan makanan pendamping ASI yang tepat dan adekuat sejak usia 6 bulan serta melanjutkan pemberian ASI hingga umur 2 tahun atau lebih.
Kebijakan di Indonesia mengenai pemberian ASI eksklusif kepada setiap bayi selama 6 bulan kecuali atas indikasi medis seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Namun, cakupan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif secara nasional di Indonesia belum menyeluruh. Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023 melaporkan bahwa persentase bayi di bawah usia enam bulan yang mendapat ASI eksklusif di Indonesia mencapai 73,97% meningkat sebesar 2,68% dibandingkan tahun sebelumnya (Annur, 2024). Meskipun demikian, cakupan ini masih berada di bawah target nasional yaitu 80%.
Data proporsi ASI eksklusif 6 bulan usia (6–23 tahun) berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menurut provinsi diketahui bahwa Provinsi DI Yogyakarta memilki persentase tertinggi yakni sebesar 71,4% dan Provinsi Papua Selatan memiliki presentase terendah yakni sebesar 33,4%. Adapun Provinsi Sumatera Barat memiliki presentase ASI eksklusif 6 bulan sebesar 64,4%. Di samping itu, proporsi ASI eksklusif 0–5 bulan menurut provinsi dalam SKI 2023 diketahui bahwa Provinsi Sumatera Barat memiliki presentase 74,1% dimana proporsi ini lebih rendah dibandingkan Provinsi Nusa Tengga Barat yang memiliki presentase tertinggi di Nusantara yakni sebesar 87,9%.
Hal tersebut menunjukkan bahwa masih banyak bayi yang belum mendapatkan ASI eksklusif sehingga berisiko kurangnya nutrisi penting yang diperlukan bayi untuk tumbuh kembang dalam masa periode 1000 hari pertama kehidupannya. Oleh karena itu, Kelompok 2 dari Kelas A2 Program Studi S-1 Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Andalas melakukan kegiatan praktik lapangan yang bertujuan untuk merancang dan melaksanakan program pemberian edukasi kepada ibu menyusui di salah satu wilayah kerja posyandu di Kota Padang agar dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang ASI eksklusif sehingga target nasional dapat tercapai.
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah pemberian edukasi kepada ibu menyusui mengenai pentingnya ASI eksklusif pada ibu dan anak, fisiologi dan metabolism ibu menyusui, cara menjaga mutu ASI, cara mengatasi ASI sulit keluar, permasalahan gizi pada ibu menyusui, rekomendasi menu ibu menyusui, serta mitos dan fakta tekait ASI. Tujuan dari kegiatan ini ialah untuk memberikan pendampingan berupa edukasi sehingga timbul keinginan ibu untuk memberikan ASI eksklusif serta dapat meningkatkan pengetahuan ibu mengenai pentingnya ASI eksklusif.
Edukasi yang diberikan berupa pemberian pre-test mengenai ASI eksklusif, pemberian edukasi dengan bantuan media leaflet dengan metode konseling dan tanya jawab dan diakhiri dengan Post-test mengenai ASI eksklusif. Adapun sasaran dari penelitian ini ialah seluruh ibu menyusui yang menghadiri kegiatan posyandu yang dimulai pada pukul 09.00 hingga selesai. Tempat diselenggarakan kegiatan ini yaitu Posyandu Kenanga III Jati Baru, Posyandu Kembar Asoka IV Gantiang, dan Posyandu Delima I Jati Rumah Gadang di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas.
Indikator keberhasilan dari telaksananya kegiatan ini yaitu ibu menyusui mengerti pentingnya ASI eksklusif, maanfaat ASI eksklusif pada ibu dan anak, fisiologi dan metabolisme ibu menyusui, cara menjaga mutu ASI, cara mengatasi ASI sulit keluar, permasalahan gizi pada ibu menyusui, rekomendasi menu ibu menyusui, serta mitos fakta terkait ASI sehingga timbul keinginan ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Terjadi peningkatan pengetahuan ibu menyusui dilihat dari hasil post-test yang dibandingkan dengan hasil pre-test.
Pengetahuan ibu menyusui ditingkatkan melalui proses konseling gizi. Konseling gizi dilaksanakan dengan menerapkan langkah-langkah konseling, yaitu membangun dasar konseling, mengkaji permasalahan, menegakkan diagnosa gizi, intervensi, monitoring dan evaluasi, serta terminasi atau mengakhiri konseling. Setelah mengkaji permasalahan, konselor membagikan lembar pre-testi terlebih dahulu sebelum lanjut ke tahapan menegakkan diagnosa gizi. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan bersamaan dengan penyebaran lembar post-test.
Berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan, didapatkan bahwa sebelum pemberian edukasi mengenai praktik menyusui dan ASI eksklusif, dari 10 ibu menyusui terdapat 4 orang yang memiliki pengetahuan cukup dan 6 orang yang memiliki pengetahuan baik. Setelah diberikan edukasi semua ibu menyusui telah memiliki pengetahuan yang baik mengenai praktik menyusui dan ASI eksklusif. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pemberian edukasi terhadap peningkatan pengetahuan ibu menyusui mengenai ASI eksklusif.
Hasil pre-test didapati bahwa 90% ibu menjawab salah mengenai asupan makan selama menyusui. Ibu menyusui percaya bahwa sebaiknya porsi makan saat menyusui 2 kali lipat dibandingkan dengan saat tidak menyusui. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemaparan informasi dan kepercayaan yang beredar di masyarakat. Dampaknya, ibu menyusui menerapkan pola makan yang salah dan porsi makanan yang tidak sesuai dengan prinsip gizi seimbang. Padahal berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG), asupan makan yang tepat pada ibu menyusui adalah dengan penambahan sekitar 400–500 kkal per hari.
Selain itu berdasarkan hasil pre-test didapati bahwa 80% jawaban ibu salah mengenai penyimpanan ASI perah. Hampir keseluruhan ibu memberikan ASI secara langsung bukan ASI perah. Hal ini disebabkan, secara umum responden merupakan ibu rumah tangga sehingga merasa tidak perlu untuk menyimpan ASI. Responden beranggapan bahwa ASI hanya bisa disimpan di lemari es atau kulkas. Padahal ASI juga bisa disimpan di cooler box selama 8-12 jam tergantung ketahanan ice gell yang digunakan.
Kesimpulan dari pelaksanaan program pendamping dengan pemberian edukasi melalui konseling gizi tersebut adalah adanya peningkatan pengetahuan responden yang ditandai dengan meningkatnya skor pada kuesioner post-test dibandingkan dengan skor awal pada kuesioner pre-test. Materi edukasi dengan bantuan media leaflet berisi tentang pentingnya ASI eksklusif pada ibu dan anak, fisiologi dan metabolisme ibu menyusui, cara menjaga mutu ASI, cara mengatasi ASI sulit keluar, permasalahan gizi pada ibu menyusui, rekomendasi menu ibu menyusui, serta mitos dan fakta tekait ASI.
AUTHOR
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.