by INBIO

"Connecting The Dots of Sciences"

Trending

Rezekinta Syahputra Sembiring                 
167 0 0
Sains dan Teknologi January 26 9 Min Read

Kunci Peran Kromosom Seks dalam Genetik dan Reproduksi




Kromosom seks memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan jenis kelamin serta fungsi biologis lain yang terkait dengan reproduksi dan perkembangan seksual. Pada sebagian besar organisme, terutama mamalia, penentuan jenis kelamin sering kali diatur oleh sistem kromosom X dan Y. Artikel ini akan membahas fungsi kromosom seks dengan menguraikan sistem X-Y, termasuk teori-teori yang mendasarinya, fungsi kromosom Y, mekanisme kompensasi dosis, dan keterkaitan genetik pada kromosom seks.

Sistem penentuan jenis kelamin X-Y ditemukan pada banyak spesies, termasuk manusia. Dalam sistem ini, individu dengan kromosom XX berkembang menjadi perempuan, sementara individu dengan kromosom XY berkembang menjadi laki-laki. Namun, proses ini tidak hanya bergantung pada keberadaan kromosom X atau Y, tetapi juga pada regulasi genetik dan keseimbangan faktor-faktor tertentu. Beberapa teori penting telah diajukan untuk menjelaskan bagaimana sistem ini bekerja, termasuk teori keseimbangan Bridges, teori Goldschmidt, dan teori Pipkin.

Teori keseimbangan yang diajukan oleh Calvin B. Bridges berfokus pada peran rasio kromosom X terhadap autosom dalam menentukan jenis kelamin. Bridges mengamati bahwa pada Drosophila melanogaster, rasio ini menjadi faktor kunci dalam penentuan jenis kelamin. Jika rasio kromosom X terhadap autosom mendekati 1, individu akan berkembang menjadi betina, sementara rasio mendekati 0,5 akan menghasilkan individu jantan. Temuan ini menekankan bahwa penentuan jenis kelamin bukan hanya tentang keberadaan kromosom Y, tetapi juga tentang keseimbangan genetik secara keseluruhan.

Richard Goldschmidt memperkenalkan teori yang berbeda, yang dikenal sebagai "teori faktor-faktor seksual" Dalam pandangannya, perkembangan jenis kelamin ditentukan oleh interaksi kompleks antara gen-gen di kromosom seks dan autosom. Goldschmidt berpendapat bahwa kromosom Y memiliki faktor maskulinisasi yang kuat, sementara kromosom X dan gen-gen pada autosom bekerja sama untuk menghasilkan karakteristik feminin. Teori ini menyoroti pentingnya interaksi genetik lintas kromosom dalam membentuk ciri-ciri seksual.

Teori yang diajukan oleh Pipkin memperluas pemahaman tentang fungsi kromosom Y dalam spesifikasi jenis kelamin. Pipkin menyarankan bahwa kromosom Y memiliki gen-gen yang tidak hanya berfungsi dalam determinasi jenis kelamin tetapi juga dalam proses spermatogenesis. Dengan demikian, teori ini menekankan pentingnya kromosom Y dalam fungsi reproduksi jantan di luar penentuan jenis kelamin.

Kromosom Y dikenal sebagai elemen kunci dalam penentuan jenis kelamin laki-laki pada sistem X-Y. Gen Sex-determining Region Y (SRY) yang terletak pada kromosom Y bertanggung jawab untuk memulai diferensiasi gonad menjadi testis selama perkembangan embrionik. Testis kemudian menghasilkan hormon testosteron, yang memicu perkembangan ciri-ciri seksual sekunder laki-laki.

Selain perannya dalam penentuan jenis kelamin, kromosom Y juga memiliki gen-gen yang penting untuk spermatogenesis, seperti gen Deleted in Azoospermia (DAZ). Namun, karena kromosom Y tidak mengalami rekombinasi dengan kromosom X di sebagian besar bagiannya, ia rentan terhadap mutasi dan kehilangan gen. Hal ini menyebabkan kromosom Y lebih kecil dibandingkan dengan kromosom X dan memiliki jumlah gen yang lebih sedikit.

Pada mamalia, keberadaan dua kromosom X pada individu perempuan dan satu kromosom X pada individu laki-laki menciptakan potensi ketidakseimbangan ekspresi gen. Untuk mengatasi hal ini, mekanisme kompensasi dosis terjadi, di mana ekspresi gen dari kromosom X disamakan antara kedua jenis kelamin.

Mary Lyon mengajukan hipotesis bahwa hanya satu kromosom X yang aktif dalam setiap sel somatik perempuan, sementara kromosom X lainnya diinaktivasi secara acak selama tahap awal perkembangan embrio. Proses ini, yang dikenal sebagai lionisasi, memastikan bahwa jumlah gen yang diekspresikan dari kromosom X seimbang antara individu laki-laki dan perempuan. Inaktivasi kromosom X menghasilkan struktur yang dikenal sebagai tubuh Barr, yaitu kromosom X yang terinaktivasi dan terkondensasi.

Kromatin seks adalah indikator morfologis dari kromosom X yang terinaktivasi, yang dapat diamati dalam inti sel tertentu. Pada neutrofil manusia, kromatin seks tampak sebagai struktur kecil menyerupai drumstick, yang menjadi penanda adanya kromosom X tambahan pada perempuan. Studi tentang kromatin seks telah memberikan wawasan penting tentang mekanisme kompensasi dosis dan regulasi ekspresi gen pada kromosom X.

Gen-gen yang terletak pada kromosom seks memiliki pola pewarisan yang unik, yang dikenal sebagai keterkaitan seks (sex linkage). Gen-gen ini tidak terdistribusi secara merata pada kromosom X dan Y, mengingat kromosom X jauh lebih besar dan memiliki lebih banyak gen dibandingkan kromosom Y. Sebagai contoh, gen-gen yang bertanggung jawab atas kondisi seperti buta warna merah-hijau dan hemofilia A terletak pada kromosom X. Karena laki-laki hanya memiliki satu kromosom X, mereka lebih rentan terhadap kondisi-kondisi ini jika gen yang bersangkutan mengalami mutasi. Sebaliknya, gen-gen yang terletak pada kromosom Y diwariskan secara eksklusif melalui garis keturunan ayah. Hal ini membuat gen-gen Y menjadi alat yang sangat berguna dalam studi evolusi manusia dan penelusuran garis keturunan paternal.

Fungsi kromosom seks sangat kompleks dan melibatkan interaksi genetik yang rumit antara kromosom X dan Y, serta autosom. Sistem X-Y, yang didukung oleh teori-teori seperti teori Bridges, Goldschmidt, dan Pipkin, memberikan landasan pemahaman tentang penentuan jenis kelamin. Selain itu, fungsi kromosom Y dalam spermatogenesis dan determinasi jenis kelamin laki-laki, mekanisme kompensasi dosis melalui inaktivasi kromosom X, serta pola keterkaitan genetik pada kromosom seks semuanya menunjukkan bagaimana kromosom seks memainkan peran yang krusial dalam biologi reproduksi dan genetik. Studi lebih lanjut tentang kromosom seks akan terus memberikan wawasan baru tentang mekanisme genetik yang mendasari perkembangan dan fungsi seksual pada manusia serta spesies lainnya.

 

Sumber:

Editor:     Rezekinta Syahputra Sembiring                 

AUTHOR

Bagikan ini ke sosial media anda

(0) Komentar

Berikan Komentarmu

Tentang Generasi Peneliti

GenerasiPeneliti.id merupakan media online yang betujuan menyebarkan berita baik seputar akademik, acara akademik, informasi sains terkini, dan opini para akademisi. Platform media online dikelola secara sukarela (volunteers) oleh para dewan editor dan kontributor (penulis) dari berbagai kalangan akademisi junior hingga senior. Generasipeneliti.id dinaungi oleh Lembaga non-profit Bioinformatics Research Center (BRC-INBIO) http://brc.inbio-indonesia.org dan berkomitmen untuk menjadikan platform media online untuk semua peneliti di Indonesia.


Our Social Media

Hubungi Kami


WhatsApp: +62 895-3874-55100
Email: layanan.generasipeneliti@gmail.com

Kami menerima Kerjasama dengan semua pihak yang terkait dunia akademik atau perguruan tinggi.











Flag Counter

© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.