Budaya tulis dan baca mulai menyentuh mayoritas masyarakat. Selain itu, aktivitas menulis tidak lagi didominasi oleh para ilmuwan dan sastrawan. Akan tetapi, siapa saja dapat menulis seperti halnya artis, anak-anak, lembaga organisasi, dan sebagainya. Sekarang siapa saja dapat menulis buku dan menerbitkan buku. Menulis buku tidak hanya sebagai kegiatan akademis, tetapi juga untuk berbagai tujuan lain dan bahkan menjadi tujuan itu sendiri.
Di sini yang pasti dan jelas, para penulis dan penerbit ingin buku-buku mereka tersebar luas dan dibaca oleh banyak kalangan. Secara ekonomis, mereka menginginkan buku-buku tersebut best-seller. Tak pelak, best-seller menjadi tujuan mereka ataupun sebagai sampingan.
Menjadikan buku best-seller artinya memaksimalkan kerja seluruh bagian penerbit, yaitu di mulai dari redaksi, percetakan, dan pemasaran. Redaksi merupakan tahapan awal dari alur produksi dan dan pemasaran buku. Kegagalan redaksi niscaya akan berimbas langsung pada percetakan dan pemasarannya. Perlu diketahui, bahwa ada empat hajat besar redaksi, yaitu menulis, menerjemahkan, menyunting, dan mengemas.
Berikut ini langkah-langkah yang perlu diketahui bilamana menginginkan buku Anda menjadi best-seller :
Gagasan menjadi bahan diskusi di mana-mana, memberi solusi atas suatu persoalan, menyumbang manfaat bagi khayalak ramai, dan mencerahkan kehidupan masyarakat. Imbasnya, penulis dan penerbit akan menuai keuntungan finansial dari buku-buku mereka yang laris manis itu. Tak ada yang salah bukan dengan buku laris atau best-seller ? Salahkah menganggap keuntungan finansial sebagai salah satu tujuan atau imbas dari penulisan dan penerbitan buku? Tentunya, tidak.
Selanjutnya, kita akan membahas unsur-unsur pokok sebuah karya yang perlu diperhatikan, yaitu tema, isi, sudut pandang, pendekatan, dan gaya penulisan.
Pertama, tema buku akan menjadi sebuah keunggulan yang signifikan apabila belum pernah diangkat oleh penulis lain. adapun, sebuah tema yang telah diangkat oleh banyak penulis dan kecenderungan terbaru tetap bisa menjadi keunggulan tersendiri jika diperinci sedetail mungkin. Meski demikian, mengeksplorasi tema yang tengah menjadi tren justru menguntungkan karena mata masyarakat sedang tertuju di sana.
Kedua, isi adalah raja atau dikenal dengan sebutan content is the king. Buku-buku bestseller yang terus dicetak ulang dan monumental niscaya berisikan materi (data dan analisis) yang sempurna. Materi semacam ini menyajikan sesuatu yang benar-benar dibutuhkan oleh banyak pembaca. Pengumpulan data yang lengkap dan analisis yang jenial tentu menuntut sebuah kerja keras, keseriusan, dan stamina yang panjang.
Ketiga, analisis yang baru mesti didukung dengan pengambilan sudut pandang dan pendekatan yang baru pula. Sudut pandang dan pendekatan yang baru dan masih langka memberikan tawaran yang berbeda untuk melihat sesuatu dengan tilikan yang lain dari adatnya.
Keempat, gaya penulisan harus disesuaikan dengan genre buku yang akan ditulis (fiksi, non-fiksi, novel, cerpen, cerita anak, karya ilmiah, memoar, dan sebagainya) dan pembaca yang disasar. Sebab, jika gaya penulisan yang digunakan tidak sesuai dengan sasaran, maka pembaca akan mengalami kesulitasn untuk memahami isi buku.
Riset seperti apakah yang bisa menjadi modal untuk menulis buku? Boleh dibilang, semua riset dapat menjadi modal penulis buku. Semakin komprehensif dan bagus sebuah riset, semakin komprehensif dan bagus sebuah riset, semakin bermutu dan mendalam buku yang bisa dihasilkannya. Riset yang komprehensif tentu memiliki paradigma, landasan teoretis, metodologi, data, analisi, dan kesimpulan yang memadai. Kian lengkap dan cerdas komponen-komponen riset ini, kian bagus karya yang akan ditelurkannya. Mengumpulkan data memerlukan ketekunan dan ketelitian. Syarat ini kiranya penting untuk mengorek data yang lengkap. Sementara itu, menganalisis data dan menarik kesimpulan membutuhkan kecerdasan tersendiri.
Ada buku tersebut kalanya buku best-seller, tetapi sebentar kemudian menghilang dari peredaran karena tak dibutuhkan orang lagi. Ada pula buku yang terus dicetak ulang selama bertahun-tahun lantaran selalu dibutuhkan atau diperlukan orang. Buku tersebutlah yang dinamakan sebagai buku abadi. Sudah barang tentu nama para penulis buku-buku abadi ini turut terbadikan dalam karya-karya mereka. Sampai di sini, faktor penting yang menetaskan buku abadi terletak pada kekuatan tema dan isi.
Tak banyak penulis dan penerbit yang rajin merivisi karya-karyanya karena revisi membutuhkan cukup banyak energi, waktu, dan dana. Dari sudut pandang ekonomi penerbit, selagi karyanya masih laku mungkin tak perlu direvisi, tetapi keuntungan ekonomis bukanlah satu-satunya pertimbangan. Agaknya, tantangan berikutnya bagi para penulis buku abadi adalah melakukan revisi untuk menjaga “keabadian” karya mereka.
Hal yang perlu diperhatikan adalah ejaan dan tata bahasa. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah gaya bahasa. Gaya bahasa adalah cara bertutur sesuai dengan genre tulisan dan sasaran pembacanya. Pertimbangan yang digunakan untuk memilih gaya bahasa adalah genre dan sasaran pembaca. Apapun gaya bahasanya, penulis mesti berpedoman pada ejaan dan tata bahasa yang berlaku. Perihal bahasa yang “bernama”, kita bisa banyak belajar dari tulisan-tulisan para begawan semisal Kuntowijoyo, Jalaluddin Rakhmat, Goenawan Mohamad, Ahmad Tohari, Mohamad Sobary, dan Remy Sylado.
Ada beberapa hal yang perlu diindahkan untuk memilih penerbit sebelum menawarkan naskah, meliputi:
Sumber :
Agung Prihantoro. Meracik buku menjadi bestseller. Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia, 2006.
Sumber gambar:
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.