Seni Memahami Keadilan (Bagian 3)
Perspektif Aristoteles
Aristoteles sudah menghadapi persoalan ini. Ia menganggap kriteria di atas tidak adil. Ia menganjurkan kriteria lain yang lebih rasional dan sesuai dengan tujuan negara. Tujuan negara menurut Aristoteles adalah kehidupan yang baik atau kebahagiaan seluruh warga. Distribusi ekonomi karena itu dianggap adil jika didasarkan pada jasa atau prestasi warga negara dalam berkontribusi untuk mencapai tujuan negara tersebut.
Oleh karena itu, Aristoteles menerima ketidakadilan ekonomi jika hal itu didasarkan pada prinsip prestasi atau kontribusi setiap orang baik tujuan negara. Yang menyumbang banyak akan mendapat imbalan yang lebih besar dari yang berkontribusi lebih kecil. Dengan demikian, konsep keadilan distributif ala Aristoteles tidak membolehkan adanya prinsp sama rata (egalitarianisme radikal) dalam pembagian kekayaan ekonomi.
Egalitarianisme berdampak tidak adil terhadap mereka yang bekerja keras serta berprestasi dan karena itu mendapatkan hasil yang banyak, sebab mereka tidak mendapatkan imbalan yang seharusnya. Pemikiran Aristoteles ini di zaman modern dilanjutkan di dalam tradisi liberalisme. Asumsi liberalisme ialah bahwa manusia adalah makhluk bebas. Karena itu, distribusi hasil ekonomi harus dijalankan atas dasar usaha-usaha bebas dari individu.
Liberalisme menekankan pentingnya prinsip hak, usaha dan prestasi sebagai perwujudan pilihan bebas seseorang. Akan tetapi pertanyaan kritis yang patut diajukan kepada konsep liberalisme adalah bagaimana dengan orang yang cacat secara fisik atau mental dan kerena itu tidak dapat berprestasi? Bagaimana dengan orang mau bekerja tapi tidak mendapatkan kesempatan atau menganggur di luar kemauannya? (Dinarasikan ulang oleh Dito Anurogo dari paparan Frater “Otto Gusti Madung” dari STFK LEDALERO melalui forum virtual “Kuliah Philojustice” di hari Ahad, 13 Februari 2022, pukul 20.00 – 22.00 WIB)
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.