by INBIO
Sebagai orang tua, kita pasti tahu bahwa anak – anak suka mengkonsumsi hal - hal yang memiliki rasa manis. Baik itu makanan maupun minuman. Sayangnya, banyak dari rasa manis tersebut berasal dari penambahan gula baik pada makanan maupun minuman.
Gula terdapat berbagai macam. Salah satu jenis gula yang paling sering ditemukan adalah glukosa. Glukosa sering ditemukan pada makanan pokok, utamanya nasi.
Gula menjadi salah satu sumber energi. Karena memiliki bentuk paling sederhana, glukosa akan diserap terlebih dahulu oleh tubuh yang kemudian akan diubah menjadi energi.
Tubuh manusia memerlukan asupan gula sebagai sumber energi. Selain sebagai sumber tenaga, gula juga penting untuk perkembangan otak, khususnya untuk anak – anak yang masih dalam usia pertumbuhan.
Walaupun memiliki manfaat, kelebihan dalam mengkonsumsi gula dapat memberikan dampak buruk, terutama bagi perkembangan otak.
Makanan olahan, seperti donat, soda, dan sereal manis, seringkali mengandung tambahan gula. Sayangnya, makanan ini cenderung mudah diakses oleh anak-anak dan remaja .
Makanan yang diproses secara kimia adalah makanan yang telah diubah dengan menambahkan komponen yang tidak ditemukan secara alami di dalamnya. Makanan ini sering mengandung tambahan gula, pengawet, garam, dan lemak trans – semuanya ditujukan untuk meningkatkan rasa, tekstur, atau umur simpan.
Akibatnya, makanan olahan memiliki nilai gizi yang lebih rendah daripada makanan utuh, seperti buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian. Salah satu pemanis paling umum dalam produk makanan AS adalah sirup jagung fruktosa tinggi, yang tidak hanya mengandung glukosa tetapi gula sederhana lain yang disebut fruktosa. Terlalu banyak fruktosa telah dikaitkan dengan peningkatan lemak tubuh. Sirup jagung fruktosa tinggi ditemukan dalam soda dan makanan yang dipanggang seperti muffin dan donat.
Cara gula mempengaruhi kinerja otak
Sebagai sumber energi bagi otak, terlalu banyak memgkonsumsi gula dapat mengakibatkan otak mengalami overdrive. Yaitu suatu keadaan di mana otak memberikan stimulus yang berlebihan kepada tubuh yang dapat menyebabkan hiperaktif dan perubahan mood yang tiba – tiba. Namun, perubahan perilaku ini hanyalah konsekuensi jangka pendek. Beberapa bukti menunjukkan bahwa hiperaktivitas otak pada remaja ini dapat mempengaruhi kemampuan kognitif di masa dewasa.
Gula juga memiliki efek adiktif karena merangsang neuron di sistem penghargaan otak, yang dikenal sebagai sistem limbik. Ketika diaktifkan, sistem limbik menghasilkan emosi tinggi seperti kesenangan, yang dapat meningkatkan keinginan untk mengkonsumsi gula lebih banyak.
Selain itu, di dalam sistem limbik terdapat struktur kecil yang disebut amigdala, yang memproses informasi emosional. Aktivasi amigdala yang berlebihan dikaitkan dengan emosi yang berlebihan seperti ketakutan dan kecemasan.
Penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara konsumsi gula yang tinggi, perubahan perilaku dan regulasi emosi yang buruk.
Meskipun asupan gula dapat meningkatkan mood sesaat, konsumsi gula kronis telah dikaitkan dengan peningkatan risiko masalah kesehatan mental.
Dengan adanya resiko yang diakibatkan konsumsi gula malah dapat menyebabkan gangguan yang serius pada perkembangan otak, utamanya bagi anak – anak .
Hasil awal dari penelitian menunjukkan bahwa konsumsi makanan manis dikaitkan dengan tekanan mental – seperti kecemasan dan depresi – dan gangguan tidur.
Melihat dampak yang disebabkan oleh konsumsi gula, sebagai orang tua kita harus mengatur tingkat konsumsi bagi anak – anak. Pencegahan sejak dini dapat mengurangi dampak yang dihasilkan oleh konsumsi gula berlebih, sekaligus mengajarkan kepada anak – anak pola hidup sehat sejak dini.
AUTHOR
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.