by INBIO
Capsicum baccatum salah satu dari lima spesies cabai yang dibudidayakan secara komersial, memiliki karakteristik unik yang belum dimanfaatkan secara optimal di Indonesia. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi keragaman, heritabilitas, serta kualitas hasil dari generasi F5 cabai ini. Eksperimen dilakukan di Bogor dengan menggunakan desain acak lengkap berblok (RCBD) yang melibatkan 12 genotipe. Genotipe-genotipe tersebut dievaluasi berdasarkan karakter kuantitatif, kualitatif, dan kandungan vitamin C.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat buah per tanaman berkisar antara 37,73 hingga 94,24 gram, dengan jumlah buah per tanaman antara 11,46 hingga 30,95 buah. Panjang buah berkisar dari 2,65 hingga 6,08 cm, sementara diameter buah berada dalam rentang 15,70 hingga 41,43 mm. Kandungan vitamin C menunjukkan variasi antara 12,20 hingga 17,74 mg/20 g. Pengamatan juga menunjukkan bahwa karakteristik warna buah seperti kecerahan (L), rona warna (hue), dan intensitas warna (chroma) beragam, mencerminkan variasi genetik yang signifikan.
Keragaman yang terdeteksi mencerminkan potensi genetik tinggi untuk program pemuliaan. Nilai heritabilitas yang tinggi pada sebagian besar karakter kuantitatif menunjukkan pengaruh genetik yang dominan dibandingkan faktor lingkungan. Misalnya, karakter berat buah per tanaman dan jumlah buah per tanaman menunjukkan stabilitas yang baik di berbagai kondisi lingkungan. Hal ini memperlihatkan bahwa genotipe-genotipe ini berpotensi untuk dikembangkan menjadi varietas unggul dengan produktivitas tinggi.
Gambar 1. Warna buah cabai yang matang C. baccatum
Karakteristik warna buah, yang dievaluasi menggunakan skala CIELAB, menjadi salah satu indikator penting kualitas visual. Nilai L tertinggi dicapai oleh genotipe 4k-7k, menunjukkan tingkat kecerahan yang tinggi. Sebaliknya, genotipe 7m-2m memiliki nilai a dan b yang tinggi, menunjukkan kecenderungan warna merah dan kuning yang lebih pekat. Variasi dalam rona warna (hue) dan intensitas warna (chroma) mencerminkan pengaruh genetik dalam menghasilkan warna buah yang menarik secara visual dan nutrisi. Sebagai tambahan, analisis vitamin C mengungkapkan bahwa genotipe 7m-4q memiliki kandungan tertinggi. Kandungan vitamin C yang tinggi ini tidak hanya meningkatkan nilai gizi tetapi juga mendukung peran cabai sebagai sumber antioksidan alami. Variasi kandungan vitamin C antar-genotipe ini menunjukkan pentingnya faktor genetik dan lingkungan dalam menentukan kualitas nutrisi cabai.
Penelitian ini juga mengeksplorasi tekstur permukaan buah, bentuk potongan melintang, dan ujung buah. Sebagian besar genotipe menunjukkan permukaan buah yang halus, sedangkan variasi bentuk melintang mencakup kategori kotak dan bulat. Variasi ini memberikan wawasan penting untuk program pemuliaan guna memenuhi preferensi pasar dan kebutuhan agronomis. Dari hasil pengelompokan menggunakan analisis dendrogram, genotipe-genotipe ini dibagi menjadi empat kelompok utama berdasarkan kemiripan karakteristik kualitatif. Hasil ini penting untuk pengembangan strategi pemuliaan yang lebih efektif. Kelompok-kelompok ini mencerminkan kedekatan genetik serta perbedaan fenotipik yang dapat dimanfaatkan untuk memperkaya keragaman genetik cabai.
Penelitian ini tidak hanya memberikan wawasan mendalam tentang karakteristik genotipe C. baccatum tetapi juga membuka peluang untuk pengembangan varietas baru yang lebih adaptif dan produktif. Dalam konteks Indonesia, pengembangan spesies ini sangat relevan mengingat pentingnya cabai dalam kehidupan sehari-hari dan kontribusinya terhadap perekonomian. Dengan mengoptimalkan potensi genetik C. baccatum, langkah ini diharapkan dapat memperkaya diversifikasi sumber cabai serta meningkatkan daya saing pertanian nasional.Penelitian ini menyoroti pentingnya pengelolaan potensi genetik pada C. baccatum melalui evaluasi mendalam terhadap berbagai karakter kuantitatif, kualitatif, dan kandungan nutrisi. Data yang diperoleh tidak hanya relevan untuk perencanaan program pemuliaan tetapi juga membuka jalan bagi pengembangan varietas yang lebih sesuai dengan kebutuhan pasar dan kondisi lingkungan di Indonesia.
Gambar 2. Jumlah lokus, kedalaman alur lokus, bentuk penampang melintang buah matang dan penampang memanjang buah matang cabai C. baccatum.
Karakter kuantitatif yang dievaluasi menunjukkan rentang variasi yang menarik. Sebagai contoh, berat buah per tanaman yang tertinggi ditemukan pada genotipe Bishop Crown sebesar 94,24 gram, sedangkan Lemon Drop memiliki berat terendah sebesar 37,73 gram. Variasi ini mencerminkan potensi genetik yang besar dalam memilih genotipe unggul untuk tujuan agronomis tertentu. Genotipe dengan jumlah buah tertinggi, 4k-6p, mencatat 30,95 buah per tanaman, yang menunjukkan potensi produktivitas tinggi pada varietas ini. Pada karakteristik panjang dan diameter buah, genotipe 7m-1m memiliki panjang buah tertinggi sebesar 6,08 cm, sedangkan Lemon Drop memiliki diameter terendah sebesar 15,70 mm. Perbedaan ini mengindikasikan variasi fenotipik yang signifikan, yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan varietas dengan ukuran buah yang lebih disukai pasar. Selain itu, karakter berat per buah menunjukkan bahwa Bishop Crown memiliki berat tertinggi sebesar 14,89 gram, menggarisbawahi potensinya sebagai sumber produksi dengan nilai ekonomi tinggi.
Penelitian ini juga menyoroti kandungan vitamin C yang penting untuk meningkatkan nilai gizi cabai. Genotipe 7m-4q, dengan kandungan vitamin C tertinggi sebesar 17,74 mg/20 g, menunjukkan potensi sebagai varietas yang dapat mendukung kesehatan masyarakat. Kandungan vitamin C yang tinggi ini sangat penting untuk memenuhi kebutuhan antioksidan harian dan memperkuat daya tarik cabai sebagai produk hortikultura fungsional. Vitamin C pada cabai juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan teknik pemanenan, yang semuanya dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kualitas nutrisi. Karakteristik warna buah, yang dianalisis menggunakan sistem CIELAB, memberikan gambaran mendalam tentang potensi visual dan nutrisi cabai. Genotipe seperti 4k-7k menunjukkan nilai L tertinggi, mencerminkan kecerahan yang signifikan, sementara genotipe 7m-8m memiliki nilai a tertinggi, menunjukkan warna merah yang dominan. Warna buah yang cerah dan menarik ini tidak hanya meningkatkan daya tarik pasar tetapi juga sering dikaitkan dengan kandungan senyawa bioaktif yang lebih tinggi, seperti karotenoid dan flavonoid.
Gambar 3. Dendogram karakteristik kualitatif generasi F5 dari C. baccatum
Dari sudut pandang tekstur dan bentuk, penelitian ini mengungkapkan bahwa sebagian besar genotipe memiliki permukaan buah yang halus, sementara variasi bentuk melintang dan ujung buah menunjukkan diversitas morfologi yang kaya. Sebagai contoh, genotipe 7m-3q memiliki bentuk potongan melintang trapezoid, sedangkan Bishop Crown memiliki bentuk lonjong yang khas. Variasi bentuk ini memberikan opsi bagi petani untuk menyesuaikan varietas dengan preferensi pasar, seperti untuk kebutuhan segar atau olahan.
Analisis dendrogram menunjukkan hubungan genetik antara 12 genotipe yang diamati. Kelompok genotipe yang terbentuk mencerminkan hubungan fenotipik yang erat, yang penting untuk merancang strategi pemuliaan berbasis genetik. Genotipe yang berada dalam kelompok yang sama menunjukkan kesamaan dalam karakter morfologi dan kualitas hasil, memberikan peluang untuk memanfaatkan keragaman ini dalam program pengembangan varietas. Dengan menggunakan genotipe-genotipe ini, pemulia tanaman dapat menggabungkan karakteristik unggul dari beberapa genotipe untuk menciptakan varietas baru yang lebih tahan terhadap tantangan lingkungan dan lebih sesuai dengan preferensi konsumen.
Penelitian ini juga mengidentifikasi karakter dengan nilai heritabilitas tinggi, termasuk berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, dan kandungan vitamin C. Nilai heritabilitas yang tinggi mengindikasikan bahwa karakter-karakter ini lebih dipengaruhi oleh faktor genetik daripada faktor lingkungan, memberikan peluang bagi pemulia untuk menghasilkan varietas yang stabil di berbagai kondisi lingkungan. Sebagai contoh, genotipe 7m-3q yang memiliki nilai kelarutan padatan tertinggi sebesar 13,49% menunjukkan potensi untuk meningkatkan rasa manis dan kandungan nutrisi pada cabai.
Penelitian ini memperkuat urgensi untuk mengembangkan C. baccatum sebagai spesies cabai yang menjanjikan di Indonesia. Diversitas genetik yang ditemukan dalam penelitian ini dapat mendukung pengembangan varietas cabai yang lebih adaptif, produktif, dan bernilai gizi tinggi. Dengan memanfaatkan hasil penelitian ini, petani dapat meningkatkan efisiensi produksi, memenuhi permintaan pasar, dan mendukung ketahanan pangan nasional.
AUTHOR
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.