by INBIO
Kecanduan sebagian peneliti menitipkan nama di jurnal Internasional menunjukkan betapa tidak etisnya menjaga standar etika penelitian. Tindakan mereka yang tidak memberikan kontribusi bertujuan untuk mendulang poin dari pemuatan tulisan di jurnal Internasional. Praktik tersebut memalukan dan tidak boleh dibiarkan.
Kasus terbaru terkait “penitipan nama” terbongkar melibatkan 124 peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Pada artikel “A Chronicle of Indonesia’s Forest Management A Long Step towards Environmental Sustainability and Community Welfare” terdapat nama mereka sebagai penulis artikel tersebut. Artikel sepanjang 62 halaman, termasuk 15 halaman daftar referensi, diterbitkan dalam edisi dalam edisi 16 Juni 2023 dari jurnal Land yang dikelola oleh Multidisciplinary Digital Publishing Institute di Swiss.
BRIN telah memeriksa kasus tersebut dan menemukan pelanggaran etik. Sebanyak 121 peneliti telah menerima sanksi berupa penurunan nilai perilaku dan pemotongan tunjangan kinerja 10-30 persen selama setahun. Penulis utama artikel juga diharuskan untuk meminta maaf dan mencabut artikel tersebut dari jurnal. Namun, itu tidak cukup.
Satu aspek fenomena “penipuan ilmiah” menerima nama baru dari praktik tersebut. Di tingkat Internasional, banyaknya “makalah palsu” yang menggunakan data yang dibuat menjadi tren yang dicatat oleh media terkemuka asal Inggris, The Guardian, pada edisi 3 Februari 2024. Akibatnya, banyak jurnal harus mencabut artikel mereka. Menurut data dari lembaga Retraction Watch, pada 2023 jumlah makalah yang ditarik dari jurnal mencapai 10 ribu dan mengalami peningkatan dari 4.000 dari tahun sebelumnya.
Media Barat melihat Cina sebagai salah satu negara yang rawan terhadap pemalsuan karya ilmiah. Hal tersebut terjadi karena dokter dan ilmuwan muda sering dipaksa menerbitkan karya ilmiah untuk mendapatkan promosi. Hal ini menyebabkan timbulnya “pabrik paper” yaitu organisasi palsu yang menyediakan karya palsu untuk dipublikasikan ke jurnal. Selain menyuap editor, “pabrik paper” sering menyusupkan agen mereka sebagai editor tamu sehingga proses review oleh rekan sejawat (peer review) tidak berjalan baik.
Peneliti Indonesia dianggap memiliki reputasi buruk dalam praktik penipuan ilmiah. Pada edisi 5 Januari 2024, Jurnal Science mengutip pendapat seorang ahli yang menyatakan bahwa peneliti Indonesia sebagai “kolaborator yang layak dicurigai” seperti peneliti dari Nepal, Afganistan, dan Kuwait. Sebelumnya, tren tersebut telah dipublikasi dalam Jurnal Nature. Jumlah publikasi peneliti Indonesia meningkat signifikan dari 6.080 pada 2013 menjadi 37.513 pada 2019. Peningkatan tersebut disebabkan oleh perubahan yang dilakukan pada sistem evaluasi peneliti, pada 2017. Perubahan tersebut meningkatkan nilai penerbitan artikel di jurnal Internasional.
BRIN harus mengevaluasi sistem penilaian, pemberian tunjangan (kompensasi), dan promosi peneliti agar praktik titip nama dapat dihentikan. Dalam jangka panjang, bersama Perhimpunan Periset Indonesia, BRIN harus lebih serius menegakkan budaya dan etika ilmiah di kalangan peneliti. Apabila tidak dilakukan evaluasi tersebut, maka reputasi penelitian ilmiah kita akan terus menurun.
AUTHOR
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.