by INBIO

"Connecting The Dots of Sciences"

Trending

Ni Kadek Emik Sapitri                 
1065 14 70
Opini Akademisi February 26 7 Min Read

Asah Kemampuan Mathematical Thinking, Wujudkan Indonesia Emas 2045




Dalam rangka menuju Indonesia Emas 2045, tentunya diperlukan generasi yang memiliki pemahaman yang baik terhadap Sains. Mengacu pada pendapat seorang matematikawan Jerman bernama Carl Friedrich Gauss, matematika adalah queen of science. Dengan demikian, pemahaman yang baik terhadap matematika mutlak diperlukan. Sayangnya, Indonesia berada di peringkat 73 dari 79 negara alias peringkat-7 dari bawah pada hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 kategori matematika. Hal ini berarti kemampuan matematika anak Indonesia rata-rata belum cukup baik. Berdasarkan pengamatan saya, mata pelajaran matematika memang masih menjadi momok menakutkan bagi sebagian orang. Bahkan, tak jarang saya mendapati orang yang setuju dengan kalimat-kalimat berikut:

  • "Belajar matematika tidak penting."
  • "Matematika tidak bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari."
  • "Kalau Anda tidak berencana menjadi pengajar matematika atau ahli matematika, tidak apa-apa kalau Anda tidak paham matematika."

Kalimat-kalimat tersebut seakan-akan mencari pembenaran untuk mengesampingkan pelajaran matematika. Menurut pendapat saya, hal ini terjadi karena orang-orang tersebut masih memandang matematika hanya sebatas kumpulan angka dan simbol yang sulit dipahami. Fenomena ini bertentangan dengan pendapat matematikawan bernama Keith Devlin "the symbol on a page are just representation of mathematics" yang berarti matematika bukanlah kumpulan simbol tersebut, melainkan simbol-simbol itulah yang digunakan untuk merepresentasikan matematika agar lebih "visible".

Keith Devlin juga pernah menuliskan mengenai mathematical thinking, bahwa "learning to think mathematically is not about getting answers". Sebagai lulusan matematika, saya setuju dengan kalimat tersebut. Menurut saya, kunci dalam belajar matematika adalah pahami konsep dan latih alur berpikirnya, bukan fokus pada hitungannya atau pada jawaban yang didapat. Memang, mendapatkan jawaban yang benar itu penting. Akan tetapi, lebih tepat untuk menitikberatkan fokus pada konsep dan alur berpikir. Ibarat belajar matematika itu belajar memahami konsep dan latihan soal matematika itu latihan berpikir. Contohnya akan saya jabarkan penggunaan konsep keliling. Misalkan Anda diminta menghitung keliling suatu persegi.  Ketika diminta menghitung keliling persegi, maka pahami dulu konsep keliling. Keliling dapat didefinisikan sebagai "panjang jalur atau batas yang mengelilingi suatu bangun datar". Alur berpikirnya begini, pertama-tama, bayangkan Anda diam di satu titik sudut persegi, keliling adalah jarak yang ditempuh ketika anda berjalan pada sisi-sisi persegi, hingga melewati setiap sisi persegi tepat satu kali sampai kembali ke titik asal (mengelilingi persegi tersebut). Ingat, pada bangun persegi ,semua sisinya sama panjang. Kumpulkan setiap informasi yang telah Anda miliki:

  • Saat mengelilingi persegi, setiap sisi persegi Anda lewati tepat satu kali
  • Persegi punya empat sisi
  • Setiap sisi persegi memiliki panjang yang sama

Misalkan panjang satu sisi persegi adalah s. Karena ada empat sisi dan tiap sisi panjangnya sama, maka keliling persegi tersebut s + s + s + s = 4s. Jadi, Anda tidak harus menghafal rumus keliling persegi. Asalkan anda memahami konsep dan alur berpikirnya, tidak masalah jika Anda lupa rumus karena Anda bisa mencarinya sendiri. Bahkan ketika disuguhkan bangun datar beragam bentuk sekalipun, contohnya berbentuk gambar rumah (gabungan dari bangun persegipanjang dan segitiga), Anda tetap dapat menghitung kelilingnya meski mungkin akan melibatkan tambahan konsep matematika lain seperti teorema Pythagoras. Jika kebetulan Anda ingat rumusnya, setidaknya anda sudah paham kenapa rumusnya seperti itu dan apa makna rumus tersebut. Ini tentu lebih meringankan kerja otak daripada sekadar menghafal rumus dan tidak memahami maknanya. Jika sekadar menghafal rumus, maka akan terlihat bahwa ada banyak rumus yang harus dihafal. Semua rumus akan terlihat berbeda dan tidak disadari kalau konsepnya sama. Akibatnya, matematika itu buru-buru dicap sulit dan tidak berguna dalam kehidupan sehari-hari. Padahal justru kemampuan berpikir yang terbentuk dari belajar matematika dengan benar itulah yang bisa diterapkan dalam kehidupan. Senada dengan yang dikatakan Sabda PS (Founder Zenius) dalam salah satu podcast-nya, bahwa "Efek bermatematika yang benar terhadap otak itu jauh lebih penting".

Saya sendiri sangat merasakan perubahan pola pikir saya sebelum masuk kuliah matematika dan setelah lulus kuliah. Saya merasa diri saya yang sekarang jauh lebih kritis dalam berpikir dan selalu mempertimbangkan segala kemungkinan yang mungkin terjadi. Hal ini tak terlepas dari perbedaan gaya belajar matematika di sekolah dan di perkuliahan. Di sekolah penekanannya memang lebih pada prosedur dalam menyelesaikan soal matematika (namun, seperti yang telah dibahas sebelumnya, kerja otak akan lebih mudah jika fokus pada konsep dan alur berpikir). Kemudian, ketika memasuki perkuliahan, penekanannya lebih pada kemampuan mathematical thinking. Sebagai gambaran, Keith Devlin pernah menuliskan suatu analogi yaitu matematika di jenjang sekolah ibarat belajar menyetir mobil. Sementara itu, matematika di perguruan tinggi ibarat mempelajari bagaimana mobil bisa melaju, cara memperbaiki mobil, bahkan cara membuat mobil.

Impian saya untuk Indonesia Emas 2045 tidak banyak, hanya satu, yaitu agar lebih banyak orang yang terlatih untuk menerapkan mathematical thinking dalam kehidupannya, baik itu saat bekerja maupun melakukan aktivitas sehari-hari. Satu itu saja sudah cukup untuk menyelesaikan permasalahan lain. Mengapa saya berani mengatakan demikian? Salah satu manfaat dari penerapan mathematical thinking adalah terhindar dari kesalahpahaman akibat berita bohong (hoax). Dengan terbiasa menerapkan mathematical thinking, otomatis akan terbiasa untuk menganalisis setiap informasi yang didapatkan. Saat menyelesaikan soal matematika, untuk membuktikan kebenaran suatu pernyataan harus mengacu pada definisi maupun teorema yang telah terbukti kebenarannya. Demikian pula saat dihadapkan pada sebuah informasi, kebenaran informasi tersebut akan bisa dibuktikan jika terdapat sumber terpercaya yang menginformasikan hal yang persis sama. Apakah Anda menyadari kemiripan alur berpikir kedua kasus tersebut? Di sanalah letak penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Semoga setelah membaca artikel ini, Anda tidak mengesampingkan matematika lagi.

Demi mewujudkan impian tersebut, saya berharap kita semua mau mengambil bagian untuk belajar dan mengajarkan pada sekitar kita, bahwa dari langkah kecil yaitu "mengubah sudut pandang terhadap matematika" bisa memberikan dampak yang amat besar bagi diri kita dan Indonesia tercinta.

 

Sumber:

Devlin, Keith. 2012. Introduction to Mathematical Thinking. USA: Self Published.

https://anakbertanya.com/mengapa-matematika-disebut-the-queen-of-science/#:~:text=Pada%20awal%20abad%20ke%2D19,adalah%20matematikawan%20terhebat%20pada%20zamannya.

https://ayomenulis.id/artikel/ini-dia-hasil-survei-pisa-tentang-kualitas-pendidikan-di-indonesia-dalam-3-tahun-terakhir

https://www.splashlearn.com/math-vocabulary/geometry/perimeter 

Podcast: PodQuest episode 1 "Berawal dari Radian" with Sabda-Cania

 

Sumber gambar:

https://clifmims.com/benefits-in-explaining-ones-math-thinking/

http://www.whizisme.com/2018/11/menuju-generasi-emas-2045-bersama-yaici.html


AUTHOR

Bagikan ini ke sosial media anda

(14) Komentar

Image
Satria Baladewa Harahap 26 February 2022

Artikelnya bagus bnget untuk dibaca dan juga dapat membuka pikiran saya tentang matematika

Bagikan   

Image
Fortuna 26 February 2022

Bacaan yg sgt bermanfaat 🤩🤩

Bagikan   

Image
Almira Hadita 26 February 2022

Artikel nya sangat mengedukasi , tidak selalu matematika itu rumit yang dipikirkan selama ini

Bagikan   

Image
Ela Mei 26 February 2022

Artikelnya mengedukasi banget. Seharusnya banyak yang baca artikel ini biar siswa yang ngerasa matematika itu rumit, bisa mengubah pola pikirnya soal matematika. Baca artikel ini aku jadi ngerasa kalau matematika itu mengasyikkan sebenarnya, asal kita bisa mengolah dan memahaminya dengan baik.

Bagikan   

Image
Febri Yanti 27 February 2022

Informasi yg sangat berguna❤️🇮🇩🔥

Bagikan   

Image
Arif 27 February 2022

Seharusnya Matematika itu bukan ditakuti tapi digemari. Artikel seperti ini dapat membantu menghilangkan ketakutakan terhadap matematika karena artikelnya sangat edukatif dan dikemas secara menarik😁

Bagikan   

Image
Hamita Hakmi 27 February 2022

Waaawww😍 I like math

Bagikan   

Image
27 February 2022

Bagikan   

Image
27 February 2022

Apapun pembelajarannya tidak pernah bisa lepas dari matematika, memotivasi banget artikelnya

Bagikan   

Image
Diana 27 February 2022

Keren kak, semoga semakin sukses dan menebar kebermanfaatan

Bagikan   

Image
28 February 2022

Bagikan   

Image
28 February 2022

Pembahasan artikel yang menarik

Bagikan   

Image
Kim Eka 28 February 2022

Artikelnya bagus. Bisa dibaca oleh semua kalangan. Matematika itu sebenarnya menyenangkan kok.

Bagikan   

Image
28 February 2022

Artikelnya mengenai banget dg kondisi saat ini. Semoga ada terobosan baru agar pelajaran matematika digemari oleh banyak orang.

Bagikan   

Berikan Komentarmu

Tentang Generasi Peneliti

GenerasiPeneliti.id merupakan media online yang betujuan menyebarkan berita baik seputar akademik, acara akademik, informasi sains terkini, dan opini para akademisi. Platform media online dikelola secara sukarela (volunteers) oleh para dewan editor dan kontributor (penulis) dari berbagai kalangan akademisi junior hingga senior. Generasipeneliti.id dinaungi oleh Lembaga non-profit Bioinformatics Research Center (BRC-INBIO) http://brc.inbio-indonesia.org dan berkomitmen untuk menjadikan platform media online untuk semua peneliti di Indonesia.


Our Social Media

Hubungi Kami


WhatsApp: +62 895-3874-55100
Email: layanan.generasipeneliti@gmail.com

Kami menerima Kerjasama dengan semua pihak yang terkait dunia akademik atau perguruan tinggi.











Flag Counter

© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.