by INBIO
‘Mereka’ menyebut wanita sebagai makhluk perasa, yang sangat rentan akan emosi yang tidak menentu dan tidak jarang pula disematkan kata ‘baperan’ padanya. Apakah hal itu wajar? Namun pada kenyataanya setiap orang memiliki cara dalam mengekspresikan emosi yang bergejolak dalam jiwanya, ada yang tertawa terbahak-bahak, menangis, senyum tipis, atau bahkan mengesampingkan semua itu dengan menampilkan muka datarnya.
Pada beberapa kasus pasti di antara kita ada yang pernah ketika berbahagia kemudian meneteskan air mata. Bukankah menangis itu tanda sedih? Apakah ini salah satu penempatan ekspresi yang salah? Sains mengatakan, tidak selalu. Ketika kita menerima stimulus emosi, amigdala memproses persepsinya lalu mengirimkan infonya ke hipotalamus. Untuk kemudian diterjemahkan oleh hipotalamus dalam respon stress via saraf simpatik atau non-stres via saraf parasimpatik.
Respon stimulus emosional (otak: amigdala ke hipotalamus)
Ketika emosi yang kita rasakan tidak berhubungan dengan stress, neurotransmitter asetilkolin diproduksi. Asetikolin kemudian menginduksi sistem saraf parasimpatik.
Respon stimulus emosional (otak: amigdala ke hipotalamus)
Saraf parasimpatik berkaitan dengan kelenjar air mata kita. Maka kemudian, kita menangis, dalam keadaan bahagia atau terharu.
Respon stimulus emosional (otak: amigdala ke hipotalamus)
Produksi air mata kita dibarengi dengan produksi endorphin dan oksitosin. Pada dasarnya tubuh kita menyeimbangkan perasaan yang sedang kita alami.
Respon stimulus emosional (otak: amigdala ke hipotalamus)
Kemudian kita menjadi lega dan tenang, karena endorphin bekerja. Perasaan bahagia dikonversi menjadi kasih sayang, karena oksitosin bekerja. Air mata bahagia sering disebut ilmuwan termasuk dalam “cute aggression” atau keimutan hakiki. Kita boleh menangis ketika bahagia, tenang saja tubuhmu akan menyeimbangkan itu untukmu.
Jika dilihat, proses ini berlangsung secara cepat dan berada di alam bawah sadar kita. Kerja sama dan responsif yang terjadi pada setiap bagian tubuh kita sungguh menakjubkan bukan?
‘Maka nimkat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?’
Referensi
Vingerhoets, A.J.JM. and L.M. Bylsma, The Riddle of Human Emotional Crying: A Challenge for Emotion Researchers. Emotion Review, 2016. 8(3): p. 207-217.
Argon, O.R., et al., Dimorphous Expressions of Positive Response to Cute Stimuli. Psychological Science, 2015. 26(3): p. 259-273.
AUTHOR
© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.