by INBIO

"Connecting The Dots of Sciences"

Trending

TW Cahyono                 
501 1 5
Opini Akademisi January 27 3 Min Read

Mencegah Stunting di Indonesia




Hari gizi dan makanan nasional diperingati setiap tanggal 25 Januari. Pada tahun ini mengambil tema “Mencegah Stunting dan Obesitas”. Stunting adalah tubuh pendek/kerdil karena kurang gizi sejak di kandungan hingga usia dua tahun. Penderita stunting sangat rentan penyakit dan kecerdasannya dibawah normal sehingga produktivitasnya rendah. Pada tahun 2019, prevalensi stunting Indonesia mencapai 27,67 persen, berarti cukup kronis karena sudah melampaui standar WHO yang memasang angka maksimal 20% (ambang batas kronis). Tahun 2021, meskipun nilai persentasenya turun dari tahun sebelumnya, prevelansi stunting masih cukup kritis dengan jumlah 24,4%.

Penyebab utama kekerdilan pada anak ini, dimulai dari asupan rendah pada seribu hari pertama di kandungan (sejak janin) hingga berusia dua tahun. Penyebab lainnya yaitu lingkungan kurang sehat dengan kurangnya akses air bersih, sanitasi buruk, dan kotornya lingkungan. Masalah stunting ini sangat erat dengan lingkungan kemiskinan.

Sebab utama stunting adalah kemiskinan atau ketidakmampuan sebagian rakyat kepada akses pangan bergizi. Solusi pencegahan dari stunting dengan cara pemenuhan kebutuhan gizi bagi ibu hamil dan kecukupan gizi bagi balita seperti pemberian ASI eksklusif. Lingkungan hidup setiap orang haruslah tercukupi untuk akses air bersih dan sanitasi yang memadai.

Berdasarkan data BPS, selama pandemik ini kondisi laju pertumbuhan pendapatan nasional turun sebesar 3,15%. Tingkat kemiskinan relatif tidak berubah, dengan 27,54 juta penduduk berstatus miskin. Berdasarkan hasil kajian Smeru (2021) dinyatakan bahwa 75% rumah tangga mengalami penurunan pendapatan selama pandemi dan pengangguran bertambah 2,7 juta orang per Agustus 2020.

BPS mengukur kemiskinan dengan konsep pemenuhan kebutuhan dasar yaitu ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makan dan bukan makanan (sesuai garis kemiskinan). Secara mudahnya, standar garis kemiskinan pada Maret 2021 tercatat Rp472.525/kapita/bulan. Apabila seseorang pengeluarannya kurang dari nilai garis kemiskinan maka dikategorikan sebagai penduduk miskin. Secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,49 orang anggota rumah tangga, maka garis kemiskinan per rumah tangga sebesar Rp2.121.637/rumah tangga miskin/bulan. Tentu saja, dari definisi tersebut seseorang yang pengeluarannya sama dengan standar garis kemiskinan atau melebihinya semisal Rp500.000/kapita/bulan sudah tidak terkategorikan sebagai penduduk miskin. Dengan standar kehidupan yang minim tersebut, meskipun seseorang sudah tidak terkategori miskin, masih dimungkinkan kesulitan untuk akses pangan bergizi dan hidup sehat.

Keluarga miskin dan yang berada di garis kemiskinan sangat rentan mengalami gizi buruk dan dimungkinkan terkena stunting.  Pencegahan dan pengentasan stunting haruslah dilihat dari sebab utama kebanyakan penderita karena ketidakmampuan akses pangan bergizi selain kurangnya pengetahuan tentang hidup sehat.

Salah satu solusi jangka pendek dalam pencegahan stunting yaitu negara meningkatkan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan balita, dengan memberikan bantuan sosial berupa pelayanan gratis dan pemberian pangan bergizi berkelanjutan. Secara jangka panjang, negara bersama masyarakat saling mendukung untuk meningkatkan akses pangan bergizi setiap individu. Di masa lalu, ada kebijakan yang bisa ditiru yaitu kebijakan Kholifah Umar bin Khattab yang memberikan tunjangan kepada setiap anak yang disapih (diberhentikan minum ASI) oleh ibunya. Ketika Umar mendengar ada seorang ibu yang menyapih dini anaknya (sebelum 2 tahun) agar bisa mendapat tunjangan pangan tersebut, maka Umar langsung membatalkan kebijakannya. Akhirnya, Umar bin Khattab memberikan tunjangan pangan tambahan bagi setiap keluarga yang memiliki anak balita tanpa memberikan syarat yang sudah disapih.

Sedangkan, bagi kalangan penduduk yang mampu mengakses pangan bergizi namun masih mendapati terjadinya kasus stunting, maka negara memberikan perawatan kesehatan dan edukasi sejak dini terkait bahaya gizi buruk bagi ibu hamil dan balita. Bila perlu, ada program khusus yang dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan agar setiap rakyat Indonesia memahami cara hidup sehat dengan pola pangan yang benar. Negara juga harus meningkatkan tingkat keamanan pangan yang dikonsumsi atau yang beredar ditengah masyarakat, sehingga pangan bergizi lebih murah dan mudah untuk dikonsumsi.

Demikianlah kiranya, tiada lain solusi pencegahan stunting kecuali beriringan dengan pengentasan kemiskinan dan sosialisasi atau edukasi tentang pentingnya hidup sehat. Mari kita dukung gerakan “Mencegah Stunting dan Obesitas”.


AUTHOR

Bagikan ini ke sosial media anda

(1) Komentar

Image
Aka 29 January 2022

Kecukupan pangan dan kemampuann akses pangan bergizi adalah hak asasi setiap manusia. Bila ada manusia yg masih kesulitan bahkan kurang gizi, menjadi tanggung jawab semua terutama negara untuk melindungi warganya.

Bagikan   

Berikan Komentarmu

Tentang Generasi Peneliti

GenerasiPeneliti.id merupakan media online yang betujuan menyebarkan berita baik seputar akademik, acara akademik, informasi sains terkini, dan opini para akademisi. Platform media online dikelola secara sukarela (volunteers) oleh para dewan editor dan kontributor (penulis) dari berbagai kalangan akademisi junior hingga senior. Generasipeneliti.id dinaungi oleh Lembaga non-profit Bioinformatics Research Center (BRC-INBIO) http://brc.inbio-indonesia.org dan berkomitmen untuk menjadikan platform media online untuk semua peneliti di Indonesia.


Our Social Media

Hubungi Kami


WhatsApp: +62 895-3874-55100
Email: layanan.generasipeneliti@gmail.com

Kami menerima Kerjasama dengan semua pihak yang terkait dunia akademik atau perguruan tinggi.











Flag Counter

© Generasi Peneliti. All Rights Reserved.